BERITA TERBARU

Senin, 28 Januari 2013

RUDAL BALISTIK ANTAR BENUA TOPOL - M RUSIA ( ICBM )

Rudal Balistik Antar Benua Topol-M

Topol-M (kode nama NATO:SS-27) adalah rudal balistik antarbenua (ICBM - intercontinental ballistic missile) yang saat ini berada dalam layanan pasukan Roket Strategis Rusia (RVSN). Topol-M dikembangkan oleh Institut Teknologi Termal Moskow (MITT) dan merupakan versi upgrade dari rudal Topol RS-12M.

Topol-M adalah ICBM pertama kali yang dikembangkan oleh Rusia setelah pecahnya Uni Soviet. Rudal ini diluncurkan dari silo bawah tanah -Silo=bangunan bawah tanah tempat peluru kendali-.

Sekitar 52 rudal Topol-M peluncuran silo (silo-based) dan 18 Topol-M bergerak (mobile) sudah melengkapi Angkatan Darat Rusia per Januari 2011. Sebanyak 450-500 rudal diharapkan akan dikerahkan antara 2015 dan 2020.

Pengembangan Topol-M

Pengembangan Topol-M digagas oleh MITT dan Biro Desain Yuzhnoye pada akhir tahun 1980-an. Namun, Yuzhnoye yang merupakan perusahaan Ukraina, menarik diri dari program, dan semua dokumentasi diambil oleh MITT pada tahun 1992, menyusul pembubaran Uni Soviet.

Pengembangan Topol-M dikonsolidasikan dan telah disetujui oleh pemerintah Rusia pada tahun 1993. Konsorsium dipimpin oleh produsen MITT dengan melibatkan sekitar 500 perusahaan Rusia. Perakitan akhir dibuat di Pabrik Mekanik Votkinsk.

Rudal Balistik Antar Benua Topol-M

Topol pertama diuji coba pada bulan Desember 1994. Resimen silo-based pertama dinyatakan operasional pada tahun 1998. Sistem rudal antarbenua ini secara resmi diterima ke dalam layanan pada bulan April 2000.

Tes pertama dari Topol-M peluncur mobile dilakukan pada bulan April 2004. Versi pertama dari Topol jenis ini diserahterimakan kepada Federasi Rusia pada tahun 1995.

Tiga unit Topol-M pertama peluncuran mobile memasuki layanan dengan unit rudal Rusia dan ditempatkan dekat kota Teykovo pada bulan Desember 2006. RS-24, varian multiwarhead dari rudal Topol-M, pertama kali diuji tembak dari situs peluncuran Utara pada Mei 2007. Sebuah varian rudal Topol yang mampu membawa beberapa hulu ledak independen.

Fitur ICBM Topol-M

Topol-M adalah ICBM solid-propelan tiga tahap. Membawa hulu ledak nuklir tunggal di bawah perjanjian pengawasan senjata AS-Rusia. Di desain dapat membawa hulu ledak MIRV. Kisaran jangkauan Topol-M adalah 11.000 km dengan kecepatan 17.400 km/jam.

Rudal ini diluncurkan dengan menggunakan booster khusus yang disebut PAD yang merupakan tahap pertama untuk menembak ke udara dengan mendorong rudal keluar dari wadah penyimpanan (kontainer). Motor ini dikembangkan oleh Soyuz Federal Centre for Dual-Use Technologies.

Rudal Balistik Antar Benua Topol-M

Topol-M dibimbing oleh sistem navigasi otonom digital inersia menggunakan receiver GLONASS onboard. Waktu pembakaran mesin diperpendek untuk menghindari deteksi selama fase dorongan oleh satelit surveilans peluncuran rudal di masa sekarang dan masa depan.

Topol-M dapat melakukan manuver untuk mengelak dari tembakan rudal pencegat (sistem rudal pertahanan udara). Lintasan balistik Topol-M yang datar menjadikan rudal anti-balistik (ABM) sulit mengintersepnya.

Rudal antarbenua ini juga terlindung dari radiasi, electromagnetic pulse (EMP) dan ledakan nuklir, dan mampu menahan tembakan dari senjata/teknologi laser.

Platform Peluncuran Topol-M

Terdapat sekitar sepuluh silo-based yang terisolasi di Rusia untuk meluncurkan rudal ini. Silo bawah tanah ini awalnya dikembangkan untuk rudal R-36M dan UR-100N. Elemen-elemen pada silo yang berharga mahal tetap digunakan seperti protective covers dan sistem kontrol dengan sedikit perubahan. Dari silo-based, Topol-M tetap memakai kontrol peluncuran dan sistem komunikasi yang sudah ada (untuk R-36M dan UR-100N).

Situs peluncuran bawah tanah ini terdiri dari bunker kontrol dan komando, keamanan, power supply dan sistem deteksi ledakan nuklir. Komplek peluncuran ini didesain dapat menahan serangan tinggi senjata-senjata konvensional.

Rudal Balistik Antar Benua Topol-M

Rudal Topol-M versi peluncuran mobile ditembakkan dari sebuah tabung peluncur transporter erektor (TEL) yang dipasang pada truk besar MZKT-79921, sebuah truk delapan poros yang dimodifikasi. TEL ini dikembangkan oleh Biro Desain Pusat Titan dan diproduksi di pabrik Barrikady.

Topol-M mobile dapat diluncurkan setiap saat, bahkan pada saat melalui medan yang buruk. Chassis-nya dengan jack untuk peluncuran. Dilengkapi Gas Onboard dan sistem hidrolik untuk tetap mempertahankan ketinggian kontainer peluncuran.

Karakteristik dan Spesifikasi

Tipe : Intercontinental ballistic missile
Asal : Rusia
Pengembang : Moscow Institute of Technology Thermal (MITT)
Operator : Angkatan Darat Rusia
Panjang : 22,7 m
Diameter : 1,9 m
Kecepatan : 17.400 km /jam
Jangkauan : 11.000 km
sumber : berbagai ulasan di google
Kredit foto 1, 3, 4: ru:????????:Goodvint
Kredit foto 2:  Vitaliy Ragulin

Minggu, 27 Januari 2013

SEKILAS TENTANG SNIPER

Sekilas Tentang Sniper 


Sniper, atau penembak runduk, adalah seorang prajurit infanteri yang secara khusus terlatih untuk mempunyai kemampuan membunuh musuh secara tersembunyi dari jarak jauh dengan menggunakan senapan. Dalam beberapa dekade terakhir istilah sniper telah digunakan secara meluas dan tidak tepat, terutama oleh media. Istilah sniper, secara tidak tepat, digunakan untuk mendeskripsikan pelaku kriminal yang membunuh dengan menggunakan senapan laras panjang. Peran petembak runduk sangat unik dimana ia harus dapat menembak sasarannya pada jarak diluar jarak efektif senapan serbu biasa. Lebih lanjut lagi, apabila sasaran berada ditengah-tengah kerumunan personil sipil, atau dalam misi anti huru-hara.
Penggunaan senapan otomatis dalam sebuah operasi dapat melukai atau membunuh personil non-tempur. Petembak runduk dioperasikan dalam berbagai tingkatan konflik. Termasuk serangan konvensional dan dalam posisi bertahan dimana penembakan presisi dilakukan dalam jarak jauh. Termasuk juga dalam misi patroli, penyergapan, operasi kontra-sniper, elemen observasi depan, operasi militer diwilayah urban, dan operasi lainnya dimana petembak runduk merupakan bagian dari pasukan atau tinggal di belakang posisi pasukan lawan.



Beberapa misi sniper
1. Misi Primer, dalam pertempuran untuk mendukung operasi tempur dengan melaksanakan penembakan tepat jarak jauh atas target pilihan. Dengan misinya, dapat melukai serdadu lawan, memperlambat gerakan lawan, membuat pasukan lawan menjadi takut dan menekan moralnya, serta mengacaukan operasi lawan


2. Misi Sekunder, mengumpulkan dan melaporkan informasi medan tempur. Petembak runduk yang terlatih baik, kombinasi antara senapan dan amunisinya secara inherent, merupakan penunjang bagi komandan pasukan infanteri dilapangan. Yang penting bagi petembak runduk jangan mengukur jumlah korban yang diakibatkan, tetapi lebih kepada efek yang ditimbulkannya. Petembak runduk dapat saja merupakan anggota dari unit yang didukungnya, atau sebagai personil tambahan yang diambil dari unit lain.


contoh gambar

Selasa, 22 Januari 2013

KAMIKAZE NAZI JERMAN


18 Votes


Profil Bf-109 ketika terbang di udara.
Ketika pasukan Sekutu merencanakan untuk melancarkan pendaratan di Normandia lewat Operation Overlord atau D-Day pada bulan Juni 1944 pasukan Nazi Jerman sebenarnya sudah bersiap menyambutnya. Seluruh warga Jerman termasuk Hitler sudah menyadari jika operasi itu berhasil keberadaan negeri Jerman pasti terancam. Untuk menggagalkan Operation Overlord, pimpinan Angkatan Udara Nazi Jerman, Luftwaffe, Herman Goering diam-diam membentuk unit serangan bunuh diri layaknya kamikaze. Pesawat yang digunakan untuk misi kamikaze Luftwaffe itu adalah Focke Wulf 190 yang dimuati bom seberat lebih dari 1.500 kg dan kemudian ditabrakkan kepada targetnya.

Sejumlah Bf-109 dalam posisi siap terbang tengah disiagakan di salah satu pengkalan. Sebagai pesawat termpur legendaris, Bf-109 digunakan hingga PD II berakhir.
Menerbangkan FW-190 bermuatan bom seberat lebih dari 1.500 kg bukanlah perkara mudah. Selain berbahaya, bahkan untuk take off dan landing saja sangat sulit. Karena itu, tidak ada seorang pilot pun yang berani menerbangkannya. Hitler yang kemudian mengetahui proyek kamikaze Luftwaffe tersebut malah marah dan memerintahkan untuk menghentikannya. Bagi Hitler adalah tidak pantas para pemuda Jerman sampai menjalankan misi bunuh diri dengan hasil yang akan sia-sia belaka. Program kamikaze FW-190 pun berhenti bahkan komandan yang bertanggungjawab dipindahkan ke pos yang lain. Namun ketika Operation Overlord yang dilancarkan Sekutu ternyata berhasil dan pergerakannya mulai menuju tanah Jerman para petinggi Nazi pun kaget. Hitler bahkan baru menyadari perlunya dibentuk kekuatan khusus untuk menghadang gerak maju pasukan Sekutu di front Eropa Barat.
Tiga psikopat Nazi
Untuk mencegah hancurnya negeri Jerman, Hitler lalu memerintahkan militernya menciptakan mesin perang yang paling menghancurkan guna menahan gerak laju pasukan Sekutu tersebut. Perintah Hitler langsung disambut baik oleh tiga tokoh Nazi Jerman yang terkenal sangat fanatik terhadap Hitler tapi juga dikenal sebagai tokoh psikopat. Ketiga orang itu adalah Hanna Reitsch pilot uji perempuan yang sangat populer dan pernah menjuarai berbagai perlombaan pesawat glider; Otto Skorzeny, jagoan strategi tempur yang beberapa kali sukses melaksanakan aksi khusus; dan Hans Joachim Hermann atau lebih dikenal dengan nickname Hajo Hermann pilot pengebom yang sangat berpengalaman serta dikenal pula sebagai pilot tempur malam (night fighter) paling profesional.

Profil pesawat kamikaze Nazi Jerman Fi-103 R-IV yang juga dikenal sebagai bom terbang.

Ketiga orang itu mengusulkan adanya pilot yang bertugas menyerang sasaran musuh dengan cara menabrakkan pesawatnya (suicide pilots). ‘de pilot yang bertempur dengan semangat fanatik itu ternyata terinspirasi oleh serangan kamikaze yang telah dilakukan pilot-pilot Jepang. Ketika dirunut dari latar belakang sejarahnya, kamikaze ternyata berkaitan erat dengan propaganda Nazi, totenritt atau death ride (perjalanan kematian). Dengan latar belakang seperti itu, ketiga tokoh psikopat ini kemudian menyampaikan idenya kepada Hitler.
Sewaktu ide kamikaze itu disampaikan kepada Hitler, orang nomor satu Nazi yang sesungguhnya sudah kehilangan akal itu ternyata sekali lagi menunjukkan keengganannya. Tapi akhirnya Hitler setuju dan memberikan catatan agar jangan sampai para pilot kamikaze Luftwaffe diterjunkan ke medan perang tanpa melalui persetujuannya. Skadron kamikaze pun kemudian dibentuk dan dinamai Leonidas Squadron dan menjadi bagian dari unit khusus armada pengebom Luftwaffe, Kampfggrupe-200 (KG-200). Dalam sejarahnya Leonidas merupakan pejuang masa Yunani kuno dan merupakan Raja Sparta yang hidup pada masa 480 BC. Sebagai raja yang juga ahli strategi tempur, Leonidas yang hanya memiliki 300 prajurit berkualifikasi khusus dan berani mati berhasil menghentikan serbuan pasukan Persia yang jumlahnya ribuan. Semangat bertempur hingga mati itulah yang menjadi spirit bagi pilot-pilot Leonidas Squadron.

Pesawat yang dibuat dengan meniru Ohka Jepang itu dikemudikan Web seorang pilot dan mampu melesat 650km/jam. Tampak pilot sedang membuka kokpit Fi-103.

Untuk menjalankan misi kamikaze, Leonidas Squadron menggunakan pesawat Fieseler Fi-103 Reichenberg yang juga merupakan varian dari roket Jerman yang digunakan untuk menghantam London, Inggris, V1. Sebagai pesawat kamikaze atau rudal yang dikemudikan orang, Fi-103 dilengkapi kokpit dan kemudi (flight control). Latihan untuk menerbangkan Fi-103 pun dimulai. Tapi latihan yang berisiko tinggi itu justru menghasilkan petaka. Dua pilot sukarelawan yang melaksanakan test flight terhadap Fi-103 tewas. Akibatnya tak ada sukarelawan yang bersedia untuk menerbangkan Fi-103 yang sudah dirancang dan dijagokan sebagai pesawat kamikaze. Namun, Hanna Reitsch yang telah kenyang pengalaman melaksanakan test flight tanpa ragu-ragu mengajukan diri untuk menerbangkan Fi-103 dan sukses. Tak hanya itu, Hanna Reitsch juga langsung mendaftarkan diri sebagai pilot kamikaze bagi Leonidas Squadron.
Berkat Hanna Reitsch yang sukses menerbangkan F1-103 sekaligus langsung mendaftarkan diri sebagai pilot kamikaze, para pemuda Jerman yang semula raguragu pun langsung terpengaruh. Lebih dari 70 pemuda Jerman secara sub rela mendaftarkan diri dan siap mati. Pelatihan sebagai pilot kamikaze pun mulai dilakukan diikuti produksi pesawat Fi-103 hingga mencapai 24 unit. Tapi dalam latihan terbang kamikaze para pilot Leonidas Squadron tidak didoktrin untuk menabrakkan diri ke target musuh melainkan diupayakan segera melaksanakan bail out begitu Fi-103 yang diterbangkan arah terbangnya sudah secara akurat menuju sasaran musuh.
Dalam praktiknya, bail out dalam kecepatan tinggi itu sebenarnya sulit dilakukan dan kemungkinannya kecil bagi pilot yang melompat untuk berhasil selamat. Yang jelas apa yang diajarkan kepada para pilot Leonidas Squadron memang berbeda dibandingkan dengan doktrin kamikaze Jepang. Para pilot kamikaze Jepang secara spiritual meyakini kematiannya sebagai tindakan heroik dan wujud kesetiaannya terhadap Kaisar sedangkan bagi Nazi Jerman, misi kamikaze yang akan dilancarkan oleh Leonidas Squadron sebagai tindakan sia-sia karena berakibat pada berkurangnya jumlah pilot Luftwaffe secera drastis. Selain itu, misi kamikaze yang hanya berdasar pada semangat fanatik plus psikopat dan sama sekali tidak ada unsur spiritualnya jelas akan merupakan tindakan konyol. Karena para pejabat Luftwaffe dan Hitler sendiri masih merasa jatuh kasihan, para calon pilot kamikaze Leonidas Squadron akhirnya tidak pernah dizinkan untuk terjun ke medan perang.
Skadron Kamikaze Baru
Ketika posisi Nazi Jerman betul-betul terdesak oleh kekuatan Sekutu khususnya ribuan pesawat pengebom yang terus-menerus menyerang daratan Jerman, semangat untuk membangkitkan serangan kamikaze muncul lagi. Merasa ada kesempatan, Hajo Hermann yang dulu bersama
dua rekannya pernah membentuk Leonidas Squadron lalu menemui komandan pilot buru sergap (Head of The Fighter Command) Luftwaffe, Marsekal Adolf Galland. Di hadapan Marsekal Galland, Hajo Herman kemudian memaparkan rencananya untuk membangun lagi skadron kamikaze. Tapi ide Hajo Herman langsung ditolak mentah-mentah oleh Galland karena misi kamikaze untuk menyergap pesawat pengebom Sekutu yang dikawal ketat ratusan pesawat tempur akan sangat sulit dilakukan. Galland sendiri meragukan kemampuan dan pemahaman Hajo Herman dalam teknis buru sergap pesawat tempur mengingat pilot yang terkenal nekat itu lebih banyak menerbangkan pesawat pengebom. Hajo Herman yang kecewa berat lalu menemui komandan Luftwaffe Marsekal Herman Goering yang pernah menjadi mentornya di unit pengebom Luftwaffe.


Pilot-pilot Fw-109 Nazi Jerman sedang berjalan di depan deretan pesawat Fw-109 di salah satu pangkalan di Perancis. Sebagai pesawat tempur andalan Luftwaffe. Fw-109 kemudian difungsikan untuk serangan kamikaze.

Sebelum Hajo Herman menghadap Galland dan Goering, dua petinggi Luftwaffe ini sebenarnya bak musuh dalam selimut. Sebagai Marsekal yang dibesarkan oleh unit pengebom Goering merasa dirugikan oleh dominasi pesawat tempur yang berakibat pada dihentikannya produksi pesawat pengebom. Sebaliknya produksi pesawat tempur terus ditingkatkan bahkan para teknisi pesawat pengebom dipindahkan ke pabrik pemroduksi pesawat tempur. Sekarang, ketika  posisi Nazi Jerman makin terdesak, kesempatan itu dimanfaatkan oleh Goering untuk menjatuhkan semua penyebab kehancuran Luftwaffe kepada penanggung jawab komandan tertinggi pilot tempur Luftwaffe. Dalam kondisi di ambang kehancuran itu Galland memang tidak bisa berbuat banyak dan jika Hajo Hermann menemui Goering dengan rencana membentuk skadron kamikaze, ada kemungkinan rencana itu akan dikabulkan.
Sewaktu Hajo Herman mengajukan rencana tentang pembentukan skadron kamikaze kepada Goering, orang ketiga di tubuh Nazi Jerman itu sangat terperanjat karena pilot-pilot Lutfwaffe tidak pernah didoktrin untuk melancarkan serangan bunuh diri. Selain itu ada faktor lain yang juga makin membuat Goering pesimis karena infrastruktur Luftwaffe sudah lemah dan pilot yang bersedia menjadi pilot kamikaze belum jelas. Ide pilot kamikaze bahkan membuat perasaan Goering tidak enak karena cara kamikaze itu seolah mencerminkan dirinya tidak memiliki strategi lain yang lebih baik. Tapi ternyata tak ada pilihan  lain bagi Goering yang pada awal serbuan Sekutu di Normandia pernah membentuk Skadron Bunuh Diri. Untuk menjawab ya atau tidak, Goering memutuskan hams menemui Hitler terlebih dahulu. Marsekal Goering sebenarnya ragu karena Hitler pernah marah besar pada Skadron Kamikaze FW-190 yang pernah dibentuknya.

Marsekal Adolf Galland dalam penampilan khasnya dan saat itu masih berpangkat mayor penerbang.Galland yang memiliki peliharaan anjing dan gemar mengisap cerutu berpakaian lengkap dan mengenakan jaket yang merupakan rampasan dari pilot Inggris yang tertawan. Galland termasuk tokoh yang tidak menyetujui adanya pilot kamikaze.

Kali ini Hitler ternyata menyetujui dibentuknya skadron kamikaze. Meskipun dengan perasaan berat hati dan pesimis apalcah bisa memperoleh pilot yang mau melaksanakan misi kamikaze, Goering akhirnya memaksakan diri untuk membentuk skadron bunuh diri. Goering pun mulai melaksanakan seleksi terhadap calon pilot kamikaze yang minimal memiliki pengalaman 50 jam ter-bang. Pendaftaran untuk menerima sukarelawan kamikaze pun dibuka tepatnya pada bulan Maret 1945. Di luar dugaan sukarelawan yang mendaftar ternyata mencapai jumlah 2.000 orang. Jumlah ini sangat mengagetkan Goering karena kini di hadapannya berdiri ribuan orang yang siap memberikan nyawanya demi negeri Jerman yang sesungguhnya tidak mungkin pilot andalan bagi 303rd Bombardment Group. Jika pesawat bomber yang dipiloti oleh Werner berhasil dijatuhkan oleh kamikaze Nazi is akan kehilangan anak buah dan sekaligus seorang keponakan.
Dengan jumlah calon pilot kamikaze yang mencapai angka ribuan Goering pun meminta Luftwaffe agar menyiapkan sedikitnya 1.500 unit pesawat tempur. Tapi jumlah seperti itu mustahil dipenuhi karena semua kekuatan udara yang dimiliki oleh Luftwaffe di semua front tinggal 800 pesawat. Itu pun dengan suku cadang dan bahan bakar yang kurang memadai. Akhirnya hanya tersedia 180 pesawat bagi unit kamikaze dan rata-rata merupakan pesawat tua yang selama ini tidak lagi dioperasikan oleh Luftwaffe Me 109G-10, G-14, dan K-4.
Untuk melindungi pesawat-pesawatnya kamikaze itu dikerahkan pesawat tipe Me-262 dan FW-109 tapi jumlahnya sangat terbatas. Karena waktu untuk melaksanakan misi kamikaze tinggal sedikit, 24 pilot Kamikaze hanya menjalani latihan selama dua minggu dan selanjutnya diperintahkan untuk segera menyerang pesawat-pesawat pengebom AS.
Serangan kamikaze
Sebelum para pilot kamikaze diperintahkan terbang, Goering memberi pesan agar misi mereka bukan murni kamikaze. Caranya
adalah terbang di ketinggian lalu menyergap bomber AS dari atas sambil menghujani tembakan. Jika pesawat bomber yang disergap masih tetap terbang selanjutnya pesawat penyergap diarahkan ke bomber dan menempel sedekat mungkin pada posisi rear gun bomber. Lalu dengan menggunakan baling-balingnya para pilot Nazi diperintahkan untuk memo-tong sayap bomber yang sekaligus merupakan tempat mesin dan bahan bakar. Dalam kondisi sayap terpotong, bomber AS dipastikan oleng dan jatuh.


Konvoi bomber Sekutu Consolidated B-24 Liberator sedang dalam penerbangan menuju wilayah Jerman.

Cara itu meskipun sulit dilakukan bisa memberi kesempatan pilot Nazi untuk bail out jika pesawatnya turut mengalami kerusakan atau tertembak. Sementara dua sasaran lain yang disarankan Goering untuk menjatuhkan bomber AS adalah menggesek sayap ekor yang merupakan pengontrol ketinggian dan penggerak utama rudder pesawat. Cara ini dianggap paling aman kendati pesawat kamikaze Nazi mudah tertembak senapan mesin bomber. Sedangkan cara ketiga adalah menghantamkan langsung pesawat ke kokpit bomber dengan peluang untuk bail out sangat kecil. Cara ketiga bisa dikatakan merupakan kamikaze murni karena baik pesawat bomber maupun kamikaze Nazi akan sama-sama hancur lebur.

. Sementara untuk menghadang bomber Sekutu Luftwaffe menyiapkan penyergap BF-109 G.

Kendati dalam kondisi makin terdesak dan waktu yang makin menipis Goering masih sempat membentuk 3 Wing Kamikaze dengan jumlah pesawat Bf 109 sebanyak 60 unit. Pesawat jenis Bf 109 sengaja dipilih untuk melancarkan serangan kamikaze ala Nazi itu karena selain memilild dua senapan mesin khusus, fuselage dan bilah baling-balingnya terbuat dari baja. Tiga Wing kamikaze yang dinamai Sonderkommando Elbe itu akan bertugas menyergap konvoi bomber AS yang akan melaksanakan bombardemen di atas Berlin. Komandan Sonderkommando Elbe, adalah Mayor Otto Koehnke yang juga rekan akrab Goering sejak tahun 1940.
Koehnke pernah berjaya di front Rusia dengan keberhasilan menghancurkan 12 kereta api logistik sehingga berhak menyandang Knight Cross. Tapi Koehnke sempat mengalami kecelakaan serius sehingga kehilangan salah satu kakinya dan dibebastugaskan sebagai pilot tempur. Kini dengan salah satu kaki palsunya dan menyandang Knight Cross, Koehnke kembali bertugas bukan untuk meraih prestasi melainkan untuk menyerahkan nyawanya. Dengan melihat kenyataan bahwa komandan Sonderkommando Elbe bukan lagi orang yang utuh tubuhnya, Goering akhirnya mengambil alih komando.
Setelah melakukan persiapan termasuk memimpin briefing bagi para pilot tentang misi terakhir yang akan dijalankan, perintah untuk mencegat armada bomber AS pun tiba. Pada 7 April 1945 sebanyak 1.260 bomber (B-17 dan B-24 Liberator) AS yang dikawal 780 pesawat tempur jenis Mustang dan Thunderbolt yang berpangkalan di front Eropa Barat bergerak serentak untuk membombardir daratan Jerman. Konvoi ribuan pesawat tempur AS pembawa maut itu diamati secara cermat oleh Goering melalui radar. Ketika ribuan pesawat tempur AS itu mulai memasuki wilayah Belanda dan untuk selanjutnya memasuki ruang udara Jerman, Goering memerintahkan pilot-pilot kamikazenya untuk stand by.
Ketegangan dan kemasygulan pun menyelimuti wajah Goering karena kekuatan pesawat-pesawat kamikazenya jauh dari memadai. Hanya tersedia 120 pesawat dengan bahan bakar pas-pasan dan sejumlah pilot bahkan tampak kebingungan karena tak mendapatkan pesawat. Walaupun sudah menjalani briefing, strategi dan organisasi tempur untuk menyergap bomber-bomber AS belum jelas sehingga koordinasi dan komando di lapangan turut kacau. Tapi meskipun dalam kondisi yang masih kacau dan kurang koordinasi, tak ada pilihan lain bagi Goering untuk memberikan perintah terbang bagi para pilot kamikaze ketika pesawat-pesawat AS mulai memasuki ruang udara Jerman.

Sejumlah bomber B-17G dari unit 381 st Bomb Group yang baru saja melancarkan misi serangan dari Jerman tampak dikawal oleh satu unit pesawat tempur P-51 B . Pesawat P-51 B merupakan penyergap yang ditakuti pilot-pilot tempur Nazi Jerman.

Tepat pukul 11.15 Goering menembakkan pistol suarnya sebagai tanda dimulainya penyergapan terhadap pesawatpesawat bomber AS. Pesawat-pesawat kamikaze Nazi Jerman yang dipimpin oleh Hajo Hermann dan dikawal oleh 59 Me262 dan FW-109 pun melesat ke udara yang saat itu sedang mendung sehingga menjadi penghalang yang serius bagi pilot-pilot Nazi dalam menentukan sasarannya.
Ketika pesawat-pesawat kamikaze Nazi Jerman tengah berada di udara, inasih ada jarak sekitar 100 km untuk bertemu dengan armada bomber dan pesawat tempur AS. Semua pilot kamikaze Nazi memusatkan perhatiannya ke cakrawala untuk mencari-cari datangnya armada bomber AS . Untuk memompa semangat bagi para pilot yang hari itu kemungkinan besar akan kehilangan nyawanya radio pesawat mengumandangkan lagu-lagu patriotik dan lagu kebangsaan yang dinyanyikan oleh seorang biduanita.
Tapi pada kenyataannya untuk menemukan bomber AS yang jumlahnya ribuan ternyata tak mudah. Sejumlah pilot yang kurang pengalaman bahkan kehilangan navigasi, kehabisan bahan bakar dan terpaksa bail out. Sejumlah pilot lain bahkan bertemu dengan armada Mustang dan ditembak jatuh sebelum sempat beraksi. Kendati pesawat-pesawat tempur Nazi Jerman bisa terbang lebih tinggi tapi jejak asap mesinnya (contrail) bisa dideteksi pesawat-pesawat tempur AS sehingga mudah dijadikan sasaran tembak. Dalam waktu dua menit dua Bf-109 berhasil ditembak jatuh Mustang sehingga menimbulkan kepanikan bagi yang lainnya.
Namun kali ini para pilot tempur dan pengebom AS melihat teknik baru saat pesawat-pesawat tempur Nazi Jerman menyerang. Ketika dua Bf-109 menyerang pengebom dan dikawal oleh Me-262 dan langsung dicegat oleh Mustang terjadi pemandangan tak lazim Salah satu Bf-109 tiba-tiba menghujamkan diri ke salah bomber AS tepat di salah satu sayapnya disusul oleh pilot yang bail out. Bomber Liberator pun oleng dan terus menukik menghujam ke tanah Melihat cara menyerang pesawat-pesawat tempur Nazi Jerman yang nekat dan sulit dicegah itu, para pilot AS sadar bahwa pilot-pilot Nazi Jerman sedang mempraktikkan cara bertempur di udara yang baru.

Ilustrasi yang menggambarkan kesiapsiagaan para pilot Lutfwaffe setelah pasukan Sekutu berhasil merebut Perancis dan pasukannya terus bergerak maju menuj u Eropa Barat. Jerman kemudian menyiapkan skadron berani mati untuk menghadang bomber Sekutu

Sementara bagi Mustang juga sulit untuk menembak karena bisa mengenai teman sendiri. Salah satu korban serangan kamikaze Jerman adalah bomber yang dipiloti oleh Kolonel John Herboth dari 389 Bomber Group. Saat itu Bf-109 yang dipiloti Sersan Heinrich Rosner berhasil menggasak salah satu sayap bomber Kolonel Herboth Dalam kondisi Liberator yang terbang oleng, Herboth berusaha menstabilkan pesawatnya. Tapi gagal. Bomber Herboth yang terjun bebas bahkan menghantam bomber lain yang dipiloti oleh Letkol Kunkel hingga kemudian membuat keduanya meledak terbakar. Sementara itu, Rosner ternyata berhasil bail out sambil menyaksikan dua bomber yang menjadi korban kamikazenya meluncur jatuh menghujam tanah.
Lewat tengah hari (12.30) bentrokan antara pesawat-pesawat AS dan kamikaze Nazi berlangsung makin seru. Pilot-pilot kamikaze yang bertempur dengan rasa frustrasi karena menghadapi musuh yang terlalu banyak juga makin menunjukkan kenekatannya. Satu lagi Bf-109 berhasil menggasakkan diri ke Liberator sehingga langsung terbakar dan menukik jatuh. Satu Bf-109 yang terus dihujani tembakan dari Liberator hingga bodi pesawatnya penuh lubang bahkan berhasil mendekati Liberator lainnya dan menggasakkan diri tepat di kokpit. Ledakan hebat disusul kokpit yang menganga rontok mengakibatkan Liberator meledak  terbakar dan meluncur jatuh. Para pilot Liberator yang menyaksikan pesawat jatuh masih berharap ada parasut mengembang dari rekan yang selamat.
Aksi nekat kamikaze Nazi Jerman diwarnai aksi dua rekan akrab yang sama-sama bersepakat untuk menabrakkan diri pada satu bomber dan mati bersama. Tapi salah satu pilot berhasil bail out dan mendarat selamat meskipun terdapat 19 lubang peluru di parasut dan jaketnya. Kisah-kisah heroik di tengah aksi nekat kamikaze Nazi Jerman terus saja berlangsung. Tapi hingga menjelang sore hari dan seluruh pesawat bomber AS dan pelindungnya akhirnya kembali lagi ke pangkalan, perlawanan kamikaze Nazi ternyata tidak menimbulkan efek yang berarti. Dan 120 pilot Rammkommando Elbe yang dikerahkan untuk melancarkan serangan kamikaze hanya tersisa 15 pilot yang hidup. Sedangkan bomber AS yang berhasil dijatuhkan hanya sekitar 13 unit. Jumlah yang sangat kecil mengingat bomber yang dikerahkan mencapai ribuan unit. Namun demikian kendati aksi kamikaze Nazi Jerman itu tidak mampu mengguncang kekuatan udara Sekutu mereka tetap dikenang dan dihargai. Luftwaffe kemudian membuat monumen khusus untuk mengenang para pilot muda yang gugur dan telah berbakti kepada negaranya hingga tetes darah terakhir

SEJARAH : INDONESIA KIRIM SENJATA KE MUJAHIDIN AFGHANISTAN

Adakah hubungan antara Indonesia dengan gerakan Mujahidin di Afghanistan? Tanpa diketahui banyak orang, Pemerintah RI pernah mengirim ribuan senapan AK-47 untuk mendukung gerilyawan Mujahidin dalam menghadapi mesin perang Uni Soviet.
Awal tahun 1970-an dunia dan terutama negara-negara Asia Tenggara khususnya lagi Asean, dikejutkan dengan jatuhnya Vietnam Selatan ke tangan Vietnam Utara menyusul terusirnya pasukan Amerika dari daratan Vietnam. Sebagai sesama negara Asean timbul kekhawatiran akan meluasnya pengaruh ideologi komunis di Asia Tenggara, yang secara langsung sekaligus membentuk adanya musuh bersama negara-negara Asean yang kemudian membentuk persepsi yang sama untuk bersama-sama menghadapinya.
Situasi dunia kala itu masih dilanda era Perang Dingin antara Amerika Serikat plus negaranegara Barat (NATO) menghadapi Uni Soviet dengan negaranegara Timur (Pakta Warsawa). Di tengah suasana yang penuh ketegangan ini, diselingi dengan gejolak-gejolak lokal dalam rangka perebutan wilayah pengaruh kekuasaan.
Atol Diego Garcia dilihat dari udara. Pulau ini dipilih sebagai tempat transit untuk mengisi bahan bakar guna menghindari wilayah udara India yang mungkin membahayakan misi.
Menjelang akhir 1970-an, dunia bebas (Non-Blok) dikejutkan dengan invasi besar-besaran kekuatan militer Uni Soviet ke Afghanistan. Pasukan pertama yang dikirim Soviet berasal dari 40th Army yang mulai memasuki Afghanistan pada 24 Desember 1979. Kedatangan pasukan Soviet ini segera mendapat reaksi keras dari rakyat Afghanistan, atau lebih tepatnya gerilyawan Mujahidin yang berjuang menghadapi Republik Demokratik Afghanistan beraliran Marxist-Leninist dan mendapat dukungan Soviet.
Diego Garcia merupakan gugusan karang di Samudera Hindia yang dimiliki oleh Inggris namun dioperasikan oleh Amerika sebagai pangkalan militer. Dengan saluran intelijenyang hebat, perizinan diperoleh dari keduanegara.
Perlawanan rakyat Afghanistan dalam melawan Soviet dilaksanakan dengan taktik perang gerilya mengandalkan jiwa turun menurun bangsa pejuang. Penuguasaan atas medan pegunungan yang berbatu dan bergua menjadi kelebihan para pejuang ini. Para pejuang yang kemudian menyebut dirinya Mujahidin ini menarik simpati negara bebas (khususnya Islam) untuk membantu dengan mengirim sukarelawan dan tentunya pula persenjataan.
Sementara Amerika Serikat yang baru saja terpukul mundur dari Vietnam nyaris tidak berdaya dan khawatir akan terjadi konfrontasi langsung mengarah kepada perang terbuka. Sehingga tidak berani melibatkan pasukan daratnya membantu para pejuang di Afghanistan. Dalam keadaan seperti ini, melalui Pakistan, Amerika memberikan bantuan persenjataan berupa peluru kendali antipesawat untuk menembak helikopter tempur dan tank Uni Soviet yang ditakuti.
Dengan sejumlah bekal persenjataan bantuan dan AS tersebut, pejuang Mujahidin bertempur mati-matian memukul mundur pasukan Soviet yang jelas-jelas lebih terlatih dan dipersenjatai lebih baik. Namun bukan berarti Mujahidin sama sekali nol besar soal kemiliteran. Sejumlah besar pejuang Mujahidin dilatih secara khusus oleh CIA pacla masa pemerintahan Presiden Jimmy Carter. CIA juga memasok senjata, amunisi, dan peralatan.
Pihak intelijen AS juga menghimbau dan melobi negara-negara dunia bebas serta Asean untuk membantu persenjataan para pejuang Mujahidin dan menyediakan diri menjadi “koordinator”. Himbauan ini dengan cepat ditanggapi sejumlah negara. Beberapa negara anggota Asean melalui AS mendahului membantu dengan mengirimkan persenjataan ringan guna mempersenjatai para Mujahidin. Bantuan perkuatan juga mengalir dalam bentuk sukarelawan dari Arab Saudi, Aljazair, Yaman, Pakistan, Filipina dan Indonesia.
Bagaimana reaksi Indonesia? “Kalau kita bisa (lakukan) sendiri, kenapa harus lewat Amerika,” pikir Letjen TNI L.B. Moerdani, Kepala Badan Intelijen Strategis ABRI, seperti ditirukan Marsda (Pur) Teddy Rusdy. Akhirnya pimpinan intelijen ABRI dengan persetujuan pimpinan nasional, sepakat membantu para pejuang secara tertutup dan langsung tanpa melalui perantara AS. Maka dipersiapkanlah suatu operasi intelijen yang diberi sandi Flying Carpets (Permadani Terbang) atau disebut juga Babut Mabur. “Operasi ini sangat tertutup sehingga hanya diketahui oleh sedikit orang,” ujar Teddy lagi.
Ribuan senapan AK-47 yang dikirim Pemerintah Indonesia, kemudian menjadi bagian tak terpisahkan dalam perjalanan Mujahidin hingga berhasil memukul mundur Soviet. Selain Indonesia, Malaysia juga mengirimkan senjata namun melalui jaringan di Amerika
Jaringan intelijen ABRI mulai bekerja membuka saluran komunikasi dengan mitranya di luar negeri. Tanggal 18 Februari 1981 di Islamabad, Pakistan, diadakan pertemuan khusus antara L.B. Moerdani yang didampingi seorang perwira menengah TNI AU yang merupakan salah satu perwira staf BAIS dengan jabatan Paban VIII Staf Intel Hankam, Kolonel Udara Teddy Rusdy dengan pimpinan intelijen Pakistan (ISI, Inter-Services Intelligence). Pertemuan ini pada intinya membicarakan kesediaan Indonesia membantu dalam hal logistik, obat-obatan, dan persenjataan. Pimpinan intelijen ABRI menjelaskan bahwa jajaran ABRI masih memiliki banyak persenjataan yang bisa untuk melengkapi dua satuan setingkat batalion infanteri. Saat itu juga dijelaskan bahwa Indonesia masih menyimpan banyak persenjataan buatan Uni Soviet yang digunakan saat persiapan Tri Komando Rakyat (Trikora) dalam Operasi Pembebasan Irian Barat.
Selain menyampaikan kesediaan Indonesia memberikan bantuan, poin kedua yang tak kalah pentingnya adalah meminta peranan intelijen Pakistan membantu kelancaran misi ini. Meliputi membantu mengeluarkan izin terbang lintas (flight clearance) dan izin mendarat di Rawalpindi bagi pesawat Indonesia. Pakistan juga diminta menyediakan truk serta pengawalan sampai penyerahan ke pihak pejuang Mujahidin di Kota Badaber, sekitar 24 km dari Peshawar kota perbatasan di Pakistan. Akhirnya kedua pejabat intelijen inipun bersalaman, menandakan bahwa Pakistan siap membantu Indonesia.
Sekembalinya ke Jakarta, tim khusus yang dibentuk mulai menyusun rencana operasi Permadani Terbang secara sangat tertutup. Pertama, disiapkan rencana penerbangan dari Lanud Halim Perdanakusuma menuju sasaran (Rawalpindi) dengan menggunakan pesawat Boeing B707 milik Pertamina yang dioperasikan oleh Pelita Air Service. Untuk kesuksesan misi, dipilihlah awak yang sudah terlatih dalam melaksanakan operasi penerbangan intelijen. Mereka bertiga, yaitu Capt Arifin, Capt Abdullah, dan Capt Danur. Tim juga menyusun rencana penerbangan (flight plan) dengan beberapa batasan.
Untuk mendukung rencana ini, operasi penerbangan diberikan “cover” operasi kemanusiaan dengan membawa bantuan berupa obat-obatan untuk para korban peperangan di Afghanistan. Kemudian disusun rute penerbangan dengan rencana alternatif darurat menghindari wilayah udara India yang dinilai sebagai tidak bersahabat dengan Pakistan dan sebaliknya bersahabat dengan Uni Soviet. Selanjutnya, disusun pula rute penerbangan yang paling aman dari segi intelijen yakni melalui Samudera Hindia. Namun karena fakta keamanan terbang dan masalah logistik, diperlukan satu kali pendaratan untuk mengisi bahan bakar; dan yang paling ideal adalah sebuah technical landing di Pulau Diego Garcia, yaitu sebuah kepulauan atol di Samudera Hindia milik Inggris namun dioperasikan oleh Amerika Serikat untuk mendukung logistik Armada Ke-6 AL AS dalam mengawasi kawasan Samudera Hindia. Untuk itu diperlukan pendekatan ganda baik kepada intelijen Inggris guna mendapatkan izin mendarat dan dengan intelijen AS sebagai “penguasa” Diego Garcia.
Jarak tempuh garis lurus terpendek dari Jakarta ke Rawalpindi sekitar 5.400 mil laut, namun sepertiga perjalanan harus melintasi wilayah udara India. Karena itulah akhirnya dipilih rute penerbangan Jakarta-Diego Garcia di Samudera Hindia dengan jarak 3.000 mil laut dan dilanjutkan Diego Garcia-Rawalpindi di Pakistan utara sejauh 3.000 mil laut lagi. Alhasil total jarak yang harus ditempuh bertamabah 600 mil laut dengan total 6.000 mil laut.
Kumpulkan Senjata
Menurut catatan Mabes ABRI, persenjataan buatan Uni Soviet di lingkungan ABRI tersebar di satuan-satuan TNI AU dan AD. Tim sudah menyiapkan langkahlangkah untuk mengumpulkan dan kemudian mengondisikan agar senjata ini aman untuk dikirim. Melalui sebuah surat perintah, semua senjata ini dikumpulkan untuk kemudian didata. Memang setelah terkumpul dan dihitung, senjata ini bisa digunakan untuk melengkapi dua batalion infanteri, seperti yang dijanjikan LB Moerdani kepada mitra Pakistan-nya. Senjata-senjata ini lalu dinilai satu persatu untuk melihat serviceability-nya. Apakah masih berfungsi dengan baik atau tidak.
Tahap selanjatnya yang melelahkan adalah menghapus semua nomor seri (serial number) setiap pucuk senjata guna menghindari identitas pemilik awal. Suatu kegiatan yang sungguh menghabiskan waktu dan tenaga demi suksesnya operasi intelijen. Kira-kira empat bulan kemudian sejak operasi Permadani Terbang digulirkan, pada akhir Juni dinyatakan bahwa seluruh persenjataan telah berhasil dikerok nomor serinya dan saat itu terkumpul di gudang khusus yang disiapkan pihak intelijen di Lanud Halim Perdanakusuma. Senjata yang berhasil dikumpulkan terdiri dari ribuan senapan serbu AK-47, senjata berat STTB (senjata tanpa tolak batik), dan mortir. Semuanya dimasukan ke dalam peti-peti dengan tanda “palang merah”, digabung dengan bantuan berupa selimut dan obat-obatan.
LB Moerdani menyambut kedatangan Paus Yohannes Paulus II dalam perjalanannya ke Timor-Timur. Peran sentral LB Moerdani sangat herpengaruh besar dalam setiap operasi intelijen di era itu.
Rencana penerbangan telah disusun dengan tujuh awak terpilih terdiri dari tiga captain pilot, dua flight engineer, dan dua cargo officers. Izin pendaratan teknis dari Inggris dan AS telah diterima. Izin terbang lintas dan izin mendarat di Rawalpindi dari Pakistan juga sudah diterima, termasuk kesiapan 20 truk untuk mengangkut bantuan dari bandara Rawalpindi ke Badaber di Afghanistan. “Tidak mudah meminta izin ke Inggris dan Amerika, namun karena jaringan intelijen Indonesia saat itu sangat bagus, izin pun akhirnya mereka keluarkan,” jelas Teddy sambil menambah bahwa nama besar LB Moerdani betul-betul jadi jaminan saat itu.
Untuk mendukung operasi di darat, telah disiapkan dua perwira menengah BAIS dilengkapi peralatan Alkomsus (Mat Komunikasi Khusus). Salah satu dari perwira ini berasal dari pasukan khusus. Kantor kedutaan Indonesia di Islamabad, Pakistan termasuk atase pertahanan di KBRI Kolonel Kay Harjanto, tidak dilibatkan untuk menghiridari kemungkinan terjadinya skandal diplomatik apabila pelaksanaan operasi bocor dan gagal.
Soal perwira penghubung ini seperti diceritakan Teddy, sengaja dipilihnya karena selain sedang penugasan di BAIS, dia adalah perwira yang menonjol dan berasal dari satuan elite. “Ketika Pak Benny tanya saya, siapa yang dipercaya, saya langsung sebut nama dia,” kata Teddy. Ada satu kejadian yang nyaris membuat cover si perwira terungkap. Satu pagi di hotel tempatnya menginap, perwira yang hobi olahraga ini melakukan senam militer. Hanya spontanitas tanpa maksud apa-apa, sebuah rutinitas yang dijalaninya puluhan tahun. Tanpa disadarinya seseorang menghampirinya sambil berucap, “Anda seorang tentara ya.” Kaget menerima pertanyaan, perwira ini hanya bersungut-sungut sambil membalas bahwa gerakan senam yang dia lakukan hanya berdasarkan kesukaann saja. “Saya bukan tentara,” ujarnya. Perwira ini diberangkatkan seorang diri dari Jakarta sambil membawa Alkomsus.

Pukul 20.00 Wib, 18 Juli 1981, dalam kesunyian malam, iringiringan truk keluar dari gudang khusus Pusat Intelijen Strategis memasuki Lanud Halim Perdanakusuma. Truk-truk ini berjalan pasti menuju titik bongkar. Setelah merapat, membongkar, dan memindahkan muatan berupa peti-peti bertanda palang merah ke dalam B707 yang telah dilepas semua kursinya sehingga menjadi pesawat kargo. Pukul 4 pagi tang-gal 19 Juli, semua muatan telah tertata rapi di sepanjang fuselage B707. Pesawat lepas landas ke arah barat menuju lautan bebas Samudera Hindia dengan sasaran kepulauan atol Diego Garcia, pangkalan logistik Armada ke-6 AL AS.
Sesuai prosedur standar yang diatur dalam dunia penerbangan internasional oleh ICAO, pilot dan kopilot tetap melapor di setiap Flight Information Region (FIR). Pimpinan operasi yang ikut dalam penerbangan mulai membuka hubungan melalui Alkomsus dengan pimpinan intelijen ABRI di Jakarta dan anggota yang ditugaskan di Rawalpindi. Dengan kata lain terjadi komunikasi segitiga di antara ketiga pelaku utama di balik operasi ini. Tugas anggota khusus di Rawalpindi ini adalah secara tertutup melaporkan dan berkoordinasi dengan pimpinan intelijen Pakistan di Rawalpindi guna menyiapkan reception party petugas penerimaan dengan menyiapkan kendaraan truk dan crane yang diperlukan untuk memindahkan muatan dari pesawat ke dalam truk yang sudah disiapkan.
Setelah kurang lebih tujuh jam penerbangan, pesawat mulai membuka hubungan radio dengan Diego Garcia seraya meminta izin pendaratan (technical landing). Pesawat mendarat mulus dan dipandu menuju special apron untuk mendapatkan pengisian bahan bakar. Kecuali dua loadmaster dan seorang engineer yang akan mengawasi pelaksanaan pengisian bahan bakar, pimpinan operasi bersama para pilot dan awak pesawat lainnya dijemput petugas dari US Marine ke mess perwira untuk makan siang dan istirahat.
Diego Garcia adalah suatu gugusan kepulauan karang (atol) di Samudera Hindia, terletak sangat strategis untuk mengawasi lalu lintas kapal di Samudera Hindia meliputi kawasan Asia Tengah, Timur Tengah dan pantai Barat Afrika. Kecuali letaknya yang memiliki titik strategis secara militer, Diego Garcia adalah kepulauan yang tandus sehingga seluruh kebutuhan kehidupan harus dipasok dari luar. Sebagai tempat singgah kapal perang Armada ke-6 AL AS, Diego Garcia adalah tempat penimbunan logistik pendukung Armada baik bagi kapal (perawatan) maupun awak kapalnya untuk rest and recreation (R&R).
Bentuk bangunannya sangat fungsional seperti bentuk barak militer namun dengan kelengkapan yang mewah dilengkapi kelab malam dan toko kebutuhan prajurit serba ada (Army Navy PX). Tenaga-tenaga sipil yang dipekerjakan selain warga negara Amerika, sebagian besar berasal dari Filipina sehingga Diego Garcia dapat berfungsi dengan sangat nyaman bagi para awak yang mendarat.
Selama pengisian bahan bakar, pimpinan operasi dan kru yang tidak bertugas, berkesempatan menikmati makanan hangat ala publik Amerika di kantin yang serba lengkap. Rombongan juga diajak meninjau PX mall untuk window shopping dan keliling pulau meninjau obyek-obyek R&R awak kapal yang serba lengkap dengan nuansa pantai seperti di Hawaii atau Bali.
Sambil menunggu waktu agar dapat mendarat di Rawalpindi menjelang tengah madam, kami empat selonjor melepaskan kepenatan. Lepas maghrib ketika cakrawala mulai gelap menjelang madam, dengan bahan bakar penuh dan lunch-boxes serta snacks untuk makan di perjalanan, B707 lepas landas meninggalkan Diego Garcia, heading ke utara menuju daratan Asia Tengah dengan tujuan Rawalpindi. Duapertiga waktu perjalanan terbang di atas Samudera Hindia dan Laut Arab, akhirnya pesawat memasuki wilayah Pakistan dan mendarat di Rawalpindi menjelang tengah malam.
Kontak radio dengan menara pengawasan otoritas lalu lintas udara Pakistan terjalin dengan mulus ketika akan memasuki wilayah udara Karachi. Pesawat kemudian dipandu melintas ke utara menuju Rawalpindi.

Kurang lebih 100 nautical miles menjelang Rawalpindi, kontak radio dengan menara pengawas lapangan telah terhubung untuk dipandu melakukan pendaratan. Walaupun praktis tidak tidur nyenyak selama hampir 24 jam sejak proses pemutan peti-peti bantuan, para penerbang mendaratkan pesawat dengan mulus di lapangan udara Rawalpindi di tengah keheningan malam. Pesawat dipandu oleh mobil follow me dari otoritas bandara menuju wilayah apron yang tersembunyi serta jauh dari keramaian.
Segera setelah mesin dimatikan, seorang petugas intelijen Pakistan melapor bahwa truk-truk pengangkut dan tim telah siap untuk membongkar dan memindahkan muatan. Dengan cepat, cermat, dan efisien, tim penerima (reception party) memindahkan muatan dari pesawat ke dalam truk-truk yang disediakan. Menjelang subuh, seluruh peti-peti bertanda palang merah bantuan obat-obatan dan selimut dari pemerintah dan rakyat Indonesia, telah berjajar rapi. Setelah semua persiapan dinilai selesai, rombongan bergerak ke barat laut dalam suatu konvoi yang panjang menuju Kota Badaber untuk diserahkan kepada pimpinan Mujahidin.
Kepada awak pesawat diberikan kesempatan untuk beristirahat di hotel berbintang empat di Rawalpindi. Mereka berhak mendapatkan proses pemulihan yang mewah sebelum tugas dan misi berikutnya dijalankan. Iring-iringan konvoi 20 truk dan satu jip pembuka dan penutup bergerak menyongsong fajar pagi ke barat menuju perbatasan Pakistan-Afghanistan. Setelah menempuh perjalanan darat melalui jalur-jalur jalan berbatu, sebelum tengah hari konvoi memasuki wilayah Afghanistan yang dikuasai para Mujahidin. Secara cepat dilakukan upacara sederhana penyerahan bantuan “obat-obatan dan selimut” untuk para pengungsi korban perang di Afghanistan.
Dengan lega, setelah penyerahan, dengan jip yang sama komando pimpinan operasi memutar arah keluar untuk kernbali ke wilayah Pakistan, menuju Islamabad. Menjelang malam hari rombongan menuju hotel International di Islamabad untuk selanjutnya melapor kepada pimpinan intelijen ABRI dan istirahat.
Pagi harinya pimpinan operasi didampingi dua perwira menengah BAIS di Rawalpindi dan petugas Alkomsus melaporkan kepada pimpinan intelijen ABRI tentang pelaksanaan Operasi Babut Mabur. Pada malam harinya pimpinan ISI Pakistan menjamu makan malam seluruh rombongan termasuk awak pesawat, yang dimeriahkan dengan malam kesenian tradisional tarian Pakistan sebagai ungkapan terima kasih dan berakhirnya kerjasama Operasi Babut Mabur.
Jam sepuluh pagi keesokan harinya, seluruh personel kembali ke Jakarta menumpang pesawat yang sama namun sudah dalam keadaan kosong melompong dan dijadikan tempat tidur selama perjalanan pulang langsung dari Islamabad ke Jakarta. Selain membawa seluruh personel Operasi Babut Mabur ke Jakarta, di sudut lorong badan pesawat, terdapat gulungan-gulungan karpet dari Pakistan yang terkenal mutunya sebagai kenang-kenangan sukseknya Operasi Babut Mabur.
Intelijen Itu Kepercayaan
Bangsa Afghanistan yang terdiri dari beberapa suku (tribes) dengan Pastun dan Dari sebagai suku terbesar adalah bangsa pejuang yang tidak pernah dikua sai penuh oleh bangsa manapun, termasuk Inggris ketika menjajah India dan Pakistan (Asia Tengah). Kegigihan rakyat pejuang Afghanistan, didukung oleh beratnya medan gunung dan bukit berbatu serta banyaknya gua-gua tempat persembunyian, membuat Afghanistan menjadi suatu medan perang gerilya yang ideal.
Seluruh wilayah Afghanistan ibarat suatu medan penghalang yang besar untuk menyatukan wilayah timur dan barat benua Asia. Ada dua jalan pendekat yang pada masa dahulu kala dijadikan jalur penghubung dan dikenal sebagai Jalur Sutera, yakni lembah yang memanjang dari Khyber Pass ke Kohat Pass. Melalui jalur ini seolah melalui jalur kematian karena dihadang oleh para gerilyawan dari bukit-bukit sekelilingnya. Oleh karena itu sandaran kekuatan utama pasukan Uni Soviet adalah kesatuan tank dan pesawat tempur/helikopter. Namun tekanan gerilyawan yang berkepanjangan dan banyaknya jumlah korban pasukan Uni Soviet yang tewas, pada akhirnya tahun 1992 Uni Soviet menarik mundur pasukannya dengan harus membayar mahal 13.310 anggota pasukannya terbunuh dan 35.478 anggota pasukan lukaluka serta 311 pasukannya hilang dalam tugas (missing in action).
Pengalaman pahit pasukan Uni Soviet seperti mengulangi pengalaman pahit pasukan Amerika Serikan ketika harus mundur dari Vietnam dengan kerugian nyawa, harta, dan benda yang teramat besar dan menjadi beban bangsa. Mengenang Operasi Babut Mabur, Teddy hanya bisa berucap pelan bahwa keberhasilan operasi ini tidak lepas dari kehebatan badan intelijen ABRI saat itu. Meski tidak memungkiri nama besar LB Moerdani, Teddy juga memberikan apresiasi tinggi kepada perwira-perwira BAIS yang bermain di balik layar saat itu, mempunyai integritas tinggi dalam dunia intelijen. “Dunia intelijen membutuhkan lepercayaan’, tanpa itu tidak mungkin operasi seperti ini bisa dilaksanakan,” beber mantan navigator Tu16 Badger dan pemegang Bintang Sakti ini menutup perbincangan

PERANG DARAT VIETNAM YANG MEMATIKAN

Sejarah mencatat, perang Vietnam berlangsung mulai tahun 1959 hingga 30 April 1975. Selama itu telah jatuh korban tiga hingga empat juta rakyat Vietnam, satu setengah hingga dua juta rakyat Laos dan Kamboja serta 58.159 pasukan Amerika. Banyaknya nyawa yang hilang menunjukan bagaimana hebatnya perang tersebut.

KEHEBATAN perang Vietnam juga ditunjukan oleh beragam persenjataan yang digunakan kedua belah pihak. Dari persenjataan primitif -hingga bom udara canggih digunakan untuk menjebak, membunuh dan mengalahkan musuh. “sangat tidak seimbang bila dilihat dari persenjataan antara Utara dan Selatan namun dari semangat juang dan taktik berperang yang telah menentukan kemenangan". Terbukti Amerika meninggalkan Vietnam dan tentara Utara dapat melenggang masuk ke Selatan.


Hutan belantara menjadi medan tempur yang mematikan bagi pasukan AS.
Setidaknya Amerika “terpaksa” terlibat lebih dalam di Perang Vietnam ini, manakala kekuatan udara yang bermarkas di Jepang dilibatkan untuk bergerak maju dan menyerang sasaran di Utara. Diawali pengerahan kekuatan udara dan pangkalan di Okinawa, Jepang untuk bergerak maju ke Danang, Vietnam Selatan pada 31 Januari 1965, Amerika mulai melibatkan jet tempur jenis F-105. Pengerahan kekuatan udara dari Tactical Fighter Wing ke 18 ini menunjukan kekhawatiran Amerika dalam menghadapi Utara yang bersemangat bergerak ke Selatan.

Operasi yang diawali jam tiga pagi dalam pengerahan kekuatan udara beserta logistiknya secara cepat ini sebagai awal operasi yang disandikan Operation Flaming Dart. Baru sejak slat itu Amerika terang-terangan melewati garis batas paralel Tujuh Belas yang selama ini ditabukan untuk dilewati. Keberanian Amerika melanggar garis ini merupakan keputusan strategis, daripada Utara mulai menyerang ke Selatan akan menambah repot pasukan Amerika yang bertahan.

Pasukan ARVN berparade setelah memenangkan perang melawan Viet Cong. ARVN menang berkat dukungan pasukan AS.
Tidak tanggung tanggung, satu minggu setelah sampai di Danang sebanyak 47 pesawat F-105 mulai beraksi dengan menjatuhkan bom di Utara, kebijakan yang akhirnya mengobarkan perang darat berlanjut di Vietnam. Guna melindungi pangkalan udara di Selatan, Amerika perlu menambah kekuatan darat. Pada 8 Maret 1965, sebanyak 3.500 pasukan Marinir Amerika mendarat di Vietnam Selatan. Mulai saat itulah secara langsung Amerika terlibat perang darat yang berlarut di Vietnam.

Arsitek tempur NVA/Vietcong, Ho Chi Minh (bertopi) yang sukses menggempur pasukan Perancis dan AS.
Keterlibatan pasukan ini sangat didukung masyarakat Amerika dalam upaya memerangi komunis internasional. Slogan yang sama pernah dipakai Perancis dua dekade sebelumnya saat masih bercokol di Vietnam. Setidaknya semangat Amerika untuk melawan komunis di Vietnam mendapat angin segar termasuk pendanaannya dari Senat AS.
Tindakan Amerika ini mendapat reaksi pedas dari Utara. Pemimpin Utara, Ho Chi Minh, mengatakan secara resmi, “Bila perang ini akan
berlangsung selama 20 tahun kita siap mengadapi, bila mau damai nanti sore kita sudah bisa minum teh bersama.” Makna sesungguhnya adalah bahwa Utara sanggup menghadapi tantangan Amerika baik dengan jalan perang ataupun jalan damai.

Vietnam sangat percaya diri karena perang ini akan berlangsung di wilayahnya, secara georgafis dan kultural terdukung oleh rakyat.
Bagi Amerika perang darat di Vietnam akan memakan biaya tinggi selain medan yang tidak dikuasai secara penuh. Belum faktor masyarakat yang tidak dikenal serta perbedaan budaya yang menonjol. Pengerahan kekuatan udara yang besar dan mahal bukan solusi karena Utara sangat menghendaki perang darat yang berlarut, dan itu terjadi selama 10 tahun ke depan. Selama itu pula lebih 50.000 pasukan Amerika terbunuh di hutan Vietnam.


Pasukan AS memeriksa gerilyawan Viet Cong yang terbunuh.
Bila ditelaah secara cermat, perang ini akibat dari perbedaan dua kubu antara Utara dan Selatan. Pihak Utara menghendaki agar tercipta penyatuan Vietnam dalam pemerintahan yang merdeka. Sedang Selatan menghendaki agar tercipta pemerintahan non kumunis di Asia Tengara. Dari sinilah keberpihakkan Amerika dalam memerangi komunis dunia terlihat dengan melibatkan diri secara nyata dalam perang ini.
Tiga langkah
Untuk membuktikan keberpihakkan Amerika dalam memerangi komunis, ditunjukkan dengan pengiriman pasukan darat secara besar ke Vietnam. Dari awal 3.500 pasukan marinir di bulan Maret 1965, pada akhir tahun kekuatan ini telah mencapai 200.000 marinir. Yang tadinya pasukan ini dirancang hanya untuk mempertahankan pangkalan udara dan bersifat defensive akhirnya terpaksa” masuk ke Utara dan offensive.
Mei 1966 pasukan darat pemerintah Selatan Army of the Republic of Viet Nam -ARVN) mengalami kekalahan besar dalam perang di Binh Gia. Kekalahan berikut terjadi pula di Dong Xoai pada Juni tahun yang sama. Pasukan Amerika yang berpihak ke Selatan sangat gusar akan kekalahan di kedua fron ini. Konsep membela Selatan harus dilakukan dengan nyata. “Pasukan Amerika yang mempunyai mobilitas, energi dan daya gempur hams dimanfaatkan secara nyata,” pinta Jenderal William Westmoreland kepada atasannya, Admiral Grant Sharp (Commander of U.S Pacific Force) ang berkedudukan di Hawai.

Gerilya Viet Cong sedang bertempur dengan taktik pasukan reguler
Izin khusus untuk inisiatif perang di Vietnam harus mendapat political will dari pusat. Dalam konsepnya Jenderal Westmoreland akan melakukan perang dalam skala besar terbagi tiga tahap yaitu: Tahap 1, komitmen Amerika dengan negara pendukungnya untuk menetralisir kekuatan lawan hingga akhir tahun 1965. Tahap 2, Amerika dengan negara pendukungnya berinisiatif mengurangi aksi gerilyawan dan memisahkan kekuatan lawan dan penduduk. Tahap 3, bila musuh sulit dikalahkan setelah operasi berlangsung selama satu hingga setengah tahun, sisa kekuatan musuh yang terpisah dihancurkan dengan kekuatan penuh.
Tahapan perang di Vietnam yang diajukan sangat didukung Presiden Johnson sembari memberi penekanan agar pemerintahan Vietnam Selatan dapat terselamatkan dan serangan para gerilya apapun caranya. Westmorland bahkan memperkirakan perang di Vietnam akan berakhir tahun 1967 dengan kemenangan di pihak Amerika.
Nyatanya tidak, bahkan perang berlarut makin menjadi yang menyeret Amerika lebih jauh di Vietnam Dalam kajian yang dilakukan oleh Letkol (ret) Dave Grosman dan Killology Research Group (1995) dalam bukunya On Killing: The Psychological Cost of Learning to Kill in War and Society ditengarai kegagalan akibat dua hal pokok.
Pertama tentang umur pasukan yang relatif masih muda dan yang kedua masalah keterlibatan pasukan dalam mengonsumsi obat bins.
Rata-rata umur pasukan yang diterjunkan di Vietnam berumur 22 tahun setelah mengikuti pendidikan dasar kemiliteran selama satu tahun. Bandingkan dengan umur pasukan yang terlibat PD II dan Perang Korea, mereka rata-rata berumur 26 tahun dengan rotasi penugasan setiap tahun. Dari data yang tewas di Vietnam rata-rata mereka 22,8 tahun, sangat terlalu muda untuk tugas yang berat dan melawan pasukan berpengalaman.


Selain pasukan gerilya yang terlatih pasukan Viet Cong juga memiliki pasukan khusus, Sapper Batalyon yang memiliki semangat tempur tinggi dan berani mati.
Selain itu para pasukan muda ini terlibat dalam pemakaian obat bins yang berlebihan. Memang mereka dilengkapi dengan obat bins guna mengurangi rasa sakit saat terkena peluru, tetapi banyak juga yang dikonsumsi guna mengurangi rasa tegang. Hal inilah yang menjadi persolan utama dan berakibat semangat tempur menurun drastis.
Idealnya pasukan ini dirotasi setiap tahun dengan masa tugas kemiliteran selama 10 tahun. Namun mereka mengatakan, “Kami bertugas sepuluh kali dalam setahun.” Idiom yang sangat menurunkan moral pasukan yang terlibat perang. Perang darat berlarut ini melibatkan sekutu Amerika masuk ke dalam kancah perang. Beberapa negara seperti Australia, Korea Selatan, Selandia Baru, Thailand dan Filipina mengirimkan pasukan. Bahkan Thailand mengizinkan beberapa pangkalan udaranya dipakai sebagai operational base.
Bukan hanya negara yang tergabung dalam SEATO (South East Asian Treaty Organization) yang melibatkan diri. Beberapa negara anggota NATO (North Atlantic Treaty Organization) juga melibatkan diri. Inggris dan Kanada bahkan terlibat aktif dalam operasi di Vietnam diantaranya dalam operasi Masher, Attleboro, Cedar Falls dan Jungtion City. Dari berbagai operasi darat inilah gerak maju pasukan sekutu menjadi nyata, stabilitas pemerintahan Selatan menjadi terdukung.
Inilah propaganda yang mencuat keluar, Amerika mengalami kemenangan dan pemerintah Selatan menjadi bertambah baik. Pemberitaan yang sangat dikontrol oleh Pentagon ini toh bocor juga, berbagai kekalahan di medan perang terkuak. Alhasil, rakyat Amerika mulai melancarkan demostrasi dan menayakan kapan berakhirnya perang ini.
Akhir 1967 terjadi demonstrasi antiperang di depan Pentagon. Ratusan pendemo mulai protes dan meneriakan slogan “Ho, Ho, Ho Chi Minh! Sang pemenang,” dan juga slogan “Hey, hey LBJ ! Berapa pemuda mati hari ini?” LBJ merupakan kependekan dari Lyndon Bines Johnson sang presiden Amerika kala itu.


sumber : sejarahperang.com

SENJATA UNTUK DIPLOMASI



Bung Karno mengumandangkan Tri Komando Rakyat di Yogyakarta pada 19 Desember 1961. Trikora digelar untuk membebaskan Irian Barat dari cengkraman kolonialisme Belanda

Meski tak sampai meletupkan perang, Operasi Trikora telah menunjukkan kemampuan Bung Karno dalam menaklukan Belanda. Baginya, untuk berdiplomasi dengan Belanda tak cukup lagi dengan mengerahkan politisi pintar. Tapi, juga harus dengan kekuatan senjata.
Semboyan “kalah menang itu biasa”, sama sekali tak berlaku bagi dua negara yang sedang bersitegang memperebutkan wilayah kedaulatan. Rebutan wilayah yang nyaris berujung bentrok senjata skala besar pernah dialami Indonesia-Belanda tatkala memperebutkan Irian Barat pada 1962.
Bung Karno, Presiden RI waktu itu, bahkan telah menyiapkan operasi militer khusus untuk “merangkul” wilayah yang kini kita kenal sebagai Papua itu. Baginya, Indonesia harus menjadi NKRI yang seutuhnya, bukan lagi negara serikat yang bisa didikte Pemerintah Belanda.
Agar tidak dipandang sebelah mata, untuk operasi militer yang diberi nama Trikora ini, Bung Karno menyiapkan banyak persenjataan yang dibeli dari Uni Soviet. Di antaranya adalah 24 pembom Tu-16 yang amat ditakuti Barat serta serombongan pesawat tempur MiG-19, dan MiG-17. Posisi Tu-16 amat strategis karena bisa digunakan untuk membom kapal induk Karel Doorman – senjata utama Belanda yang telah lego jangkar di perairan Biak.
Perang yang sesungguhnya toh tak meletup. Namun, terlepas dari jadi-tidaknya perang di antara kedua negara dan pembelian pesawat-pesawat yang kabarnya bikin difisit keuangan negara itu, Operasi Trikora menjadi kisah kepahlawanan dan legenda tersendiri. Khususnya bagi negaranegara Asia yang pada masa itu hidup dalam bayang-bayang dominasi Barat dan Timur.
Semula Belanda sendiri tak tahu detail kekuatan yang tengah dipersiapkan Indonesia. Di mata Belanda, Indonesia tetaplah Indonesia, negara kepulauan nan lemah yang pernah mereka jajah selama dua setengah abad. Dengan masa penjajahan selama itu, mereka yakin bisa mengalahkan kembali Indonesia, terlebih karena mereka juga pernah “menaklukan” negeri ini untuk kedua kalinya dalam forum internasional Konferensi Meja Bundar 1949.

Gelegar semangat Trikora yang ditujukan untuk melepas diri dari belenggu penjajahan juga mendapat sambutan dari sejumlah negara sahabat di Asia. Singapura dan Malaysia. di antaranya, ikut mengirim sukarelawan untuk disertakan dalam Operasi Trikora.
Seruan peringatan justru datang dan Dinas Intelijen AS, CIA. Diam-diam, mereka terus mengendus persenjataan yang ditimbun Indonesia setelah tahu ada sebuah tim (dipimpin Jenderal AH Nasution) yang sukses melobi Pemerintah Uni Soviet. Uni Soviet tak hanya berkenan merilis pesawat pembom strategisnya, tetapi juga mau menjual kapal perang dan peralatan tempur darat karena ada pertimbangan politis di belakang semua ini.
AS menyakini, bahwa Indonesia bisa nekad mengambil jalan perang jika tak mencapai apa yang diingini di meja perundingan Dan, untuk mengetahui secara persis tensi ketegangan di wilayah Irian Barat, secara berkala CIA menerbangkan pesawat mata-mata U-2 Dragon Lady. Mereka terbang bolak-balik Darwin-Filipina.
Dari foto-foto yang didapat, mereka bisa mengekstrapolasi misi yang mungkin dilakukan AURI. AURI banyak menempatkan pesawatnya di Morotai, Amahai dan Letfuan. Foto-foto ini sudah menunjukkan keseriusan Indonesia untuk merebut Irian Barat.
Tidak disembunyikan
Dalam salah satu tulisan di buku ini, yakni August Moon, Rendekzvous Spy Melayu, yang dikisahkan Capt. Gunardjo, kita pun mendapat gambaran, betapa Bung Karno akhirnya juga mengetahui penerbangan mata-mata itu. Namun is tak gusar, karena dari situ Indonesia bisa meraih keuntungan politis. Senjata untuk diplomasi. yang percuma jika dibeli hanya untuk disembunyikan.
Benar saja, ketika foto-foto kesiapan pesawat pembom strategis dan tempur itu disampaikan ke pihak Belanda, mereka berpikir ulang untuk melawan miliet Indonesia. Terlebih karena untuk itu, AS tak mau meluluskan permintaan Belanda untuk ikut mendukung perang melawan Indonesia.
Bagi Washington, mengutip buku Kegagalan CIA yang ditulis Tim Weiner (2007), stabilitas politik Indonesia jauh lebih penting ketimbang mengumbar keinginan Belanda yang ngotot ingin mempertahankan Irian Barat. Tanpa diketahui Belanda, Presiden AS John F. Kennedy dan penerusnya, Lyndon B. Johnson lebih ingin mempengaruhi Jakarta agar tak tenggelam dalam pengaruh komunis Soviet.
Dalam bahasa politik tingkat tinggi, seorang penasehat keamanan Gedung Putih mengatakan, jika negara-negara Asia dlibaratkan kartu domino yang berdiri berjajar, Washington harus menjaga posisi Indonesia, Laos dan Thailand tetap dalam barisannya. Jika salah satu saja ambruk, seluruh kartu domino Asia akan ikut ambruk. Itu artinya, komunis yang notabene merupakan musuh kapitalisme, akan segera menyebar ke seluruh Asia Tenggara.

Presiden Soekarno menandatangani Naskah Komando Rakyat yang kemudian diserahkan oleh Sekretaris Depertan, Achmadi.
Di Gedung Putih, sebaran komunis di Asia merupakan ancaman serius karena akan merusak dominasi kapitalisme yang tengah dibangun Amerika. Belajar dari pengalaman perang di Laos dan Vietnam yang telah berlangsung sejak 1950-an, mereka lebih suka mencegah daripada memeranginya. Kepentingan jangka panjang inilah yang akhirnya mementahkan permintaan Belanda.
Washington tak ingin militer Belanda justru bikin keadaan runyam. Seperti dikatakan pejabat CIA, Richard Helms, jika komunis memenangkan pengaruh atas Indonesia, kemenangan yang tengah dikejar militer AS di Vietnam tak akan berarti apa-apa lagi. Atas pertimbangan strategic itulah, betapa pun sekelompok politisi AS ingin membantu Belanda melawan Indonesia, Presiden AS tetap menempatkan permintaan Jakarta  pada prioritas pertama.
Sikap politik Gedung Putih tersebut disampaikan kepada Bung Karno ketika is menemui Presiden John F. Kennedy di Washington, tak lama setelah pihak Belanda menyampaikan keinginannya kepada pihak yang sama.
Alhasil, sejak Komando Trikora dikumandangkan di alun-alun Yogyakarta, kita bisa melihat betapa Sang Proklamator telah mampu melakukan manuver diplomasi yang amat cantik. Baginya memerangi penjajah tak cukup dengan mengerahkan politisi-politisi pintar, tetapi juga hams dengan kekuatan senjata. Dan, itu tidak dengan sembarang senjata, tetapi senjata-senjata yang memang amat ditakuti Barat. Senjata-senjata yang memiliki daya tangkal. Cara seperti ini pun ternyata masih terns dipakai banyak negara, hingga sekarang

sumber : sejarahperang.com

Senin, 14 Januari 2013

Di Balik Keputusan Mengebom Hiroshima-Nagasaki

 
Tatkala merancang bom maut ini, Dr Robert Oppenheimer ingat sepenggal kalimat dalam buku Bhagavad Gita.“…Apabila sinar dari seribu Matahari serentak memecah ke langit, maka seperti itulah kemegahan Sang Perkasa Tunggal…. Aku adalah Kematian, Penghancur Alam Semesta”. Di balik pemusnahan kedua kota, sesungguhnya Presiden Harry S. Truman sendiri yang menjadi alat dan sekaligus korban dari bom atom kerena jepang sebetulnya sudah kalah.
Pertempuran berdarah-darah untuk merebut Okinawa baru berakhir. Pasukan Marinir dan AD AS yang berjumlah lebih dari 180.000 orang mendarat di pulau yang terletak 350 mil barat daya Jepang itu pada 1 April 1945, dan baru berhasil mematahkan perlawanan sengit terakhir Jepang pada 21 Juni. Sekitar 7.000 pasukan penyerbu termasuk salah seorang panglimanya, Jenderal Simon B. Buckner tewas. Lebih dari itu 5.000 pelaut juga tewas dalam pertempuran di laut sekitar pulau tersebut. Di lain pihak Jepang kehilangan 70.000 tentara dan 80.000 penduduk.
Nah, sesudah Okinawa direbut, Washington selanjutnya memikirkan langkah untuk menaklukkan Jepang. Pimpinan militer AS menugaskan Jenderal Douglas MacArthur dan Laksamana Chester Nimitz untuk merancang dan menyiapkan serbuan terhadap daratan Jepang. Namun yang terjadi, pimpinan AD dan AL AS ternyata punya strategi berbeda.
Pihak AL berpendapat, sasaran utama selanjutnya adalah menguasai pantai China bagian selatan. Dari situ bombardemen serta blokade terhadap Jepang dapat dilakukan secara efektif. Mereka yakin dengan tekanan itu Jepang akan takluk tanpa harus melakukan invasi yang dikhawatirkan akan menelan korban luar biasa besar. Pasalnya, kalau di Okinawa saja korban tentara AS sudah begin’ tinggi, apalagi di daratan Jepang di many posisi pertahanan Jepang jauh lebih kuat dan menguntungkan.
Tetapi sebaliknya, para ahli strategi AD termasuk MacArthur menganggap usul AL itu tidak menjamin keberhasilan. Mereka mengatakan strategi itu hanya akan mengulur waktu peperangan sampai hertahun-tahun lagi, meskipun diakui pengeboman terus-menerus terhadap Jepang akan mengurangi korban di pihak Amerika. Namun bombardemen saja tidaklah menjamin Jepang akan takluk, sebagaimana telah dibuktikan oleh Jerman Nazi yang tidak juga terkalahkan hanya dengan pengeboman yang bahkan lebih hebat daripada yang bisa dilakukan terhadap Jepang.
MacArthur mendesak agar dilancarkan operasi pendaratan di Kyushu, pulau paling selatan di Jepang, lalu dilanjutkan invasi ke pulau utama Honshu. Serbuan ke Kyushu dengan kode Operasi Olympic direncanakan akan dilakukan pada musim gugur 1945. Sedang serangan ke Honshu lewat Operasi Coronet dijadwalkan pada Maret 1946.
Untuk invasi ke Honshu disiapkan 767.000 pasukan darat dan marinir, termasuk dua divisi yang akan didaratkan di Pulau Shikoku sebagai pengalih perhatian. Diperhitungkan apabila di Okinawa jumlah korban di pihak penyerbu mencapai 35 persen, maka serbuan ke Kyushu ditaksir akan mengorbankan sekitar 268.000 pasukan AS.
Pihak Jepang sendiri telah memperhitungkan kemungkinan invasi tersebut. Mereka lalu mempersiapkan segala sesuatu untuk mempertahankan pulau-pulaunya. Di Kyushu disiagakan 14 divisi dan lima brigade independen dengan jumlah pasukan sebanding dengan pihak penyerbu. Pimpinan militer Jepang pun menyerukan setiap orang dewasa yang mampu, balk prig maupun wanita, “untuk siap dipanggil ikut dalam pertempuran, serta rela mengorbankan jiwa dalam serangan bunuh diri terhadap pasukan musuh.”
Dalam sebuah penelitian pada September 1944, pihak AD AS menyimpulkan, bahwa pendaratan di Jepang adalah “lebih sulit dan lebih membahayakan dibandingkan invasi Normandia, D-Day di Eropa.”
Soal menyerah tanpa syarat
Penyebab pokok mengapa Jepang seperti halnya juga Jerman Nazi tidak bersedia menyerah lebih awal, menurut para pengamat, adalah adanya tuntutan “menyerah tanpa syarat” yang diajukan Presiden Roosevelt di Casablanca. Tuntutan ini hanya membuat perlawanan Jerman maupun Jepang bertambah gigih karena tidak ada harapan atau alternatif lain untuk mengakhiri perang dengan syarat yang lebih bails. Khusus bagi Jepang, tuntutan menyerah tanpa syarat itu diartikan tidak ada jaminan bahwa sistem kekaisaran serta kaisarnya sendiri akan dipertahankan, padahal kepada lembaga inilah kesetiaan orang Jepang termasuk para pemimpinnya merupakan hal yang paling utama.
Hasil jajak pendapat umum di AS menunjukkan sebagian besar orang Amerika menginginkan kaisar dicopot, bahkan harus dihukum mati. Namun itu dipahami oleh kalangan pemerintahan AS sendiri sebagai sikap emosional dan tidak memahami budaya bangsa Jepang. Para pakar di Deplu mengusulkan dipertahankannya sistem kekaisaran sesudah perang, karena sistem ini akan menjadi unsur stabilitas dalam reformasi Jepang pasca perang. Para pemimpin militer AS pun berpendapat serupa. Bahkan ikut mengusulkan perubahan rumusan tuntutan menyerah terhadap Tokyo dengan tambahan pernyataan tetap mempertahankan kaisar serta sistem kekaisaran.
Namun kalangan penasihat Presiden Harry S. Truman yang menggantikan Roosevelt yang meninggal dunia pada 12 April 1945, berpendapat lain. Mereka menentang modifikasi persyaratan menyerahnya Jepang, antara lain dengan alasan karena rakyat AS umumnya juga membenci kaisar Jepang dan menghendaki Jepang bertekuk lutut tanpa syarat apa pun. Apabila Truman sampai menyetujui perubahan persyaratan itu, maka hal itu justru akan merugikan posisinya sendiri di hadapan rakyatnya. Truman pun terombangambing.
Sementara itu di Jepang sendiri, sejumlah elite di kalangan pemerintah juga menyadari risiko dan bahayanya apabilaperang terus dilanjutkan.Munculnya kesadaran ini terutama baru setelah kabinet perang pimpinan PM jendral Hidiki Tojo jatuh pada juli 1944.Kabinrt baru pimpinan jendral (purn) Kuniaki Kosiko di dalamnya terdapat tokoh-tokoh yang menginginkan perang segera diahiri,seperti Laksamana Mitsumasa Yonai.Namun pendekatannya tidak membuahkan hasil,dan pada April 1945 kabinet berangkat lagi dengan PM Laksamana (pirn) Kantaro Suzuki.sebagai menteri luar negri,ia mengangkat shigemori Togo,seorang tokoh pengecam perang dan  militerisme yang paling vokal.
Pemerintahan suzuki melanjutkan upaya diam-diam pemerintahan seblumnya untuk mendekati Uni sovt, yang ketika itu masih netral dalam peperangan dikawasan Pasifik.Tokyo mengharapkan jasa baik Moskow agar bersedia menjadi perantara Ke sekutu untuk memperoleh syarat yang lebih baik dalam memgakhiri  perang.Untuk itu jepang bersedia membalas jasa uni soviet dengan memberi konsesi ekonomi maupun memberi wilayah Timur jauh.Namun pimpinan soviet, Josef setain mengetahui kondisi jepang yang sudah terpepat itu.Ia pun mengulur-ulur waktu sembari menunggu saat yang tepat untuk bertindak guna keuntunganya sendiri di timur jauh.
Kaisar Hirohito yang juga menyadari kegentingan keadaan,pada 22 juni 1945 mengundang PM,Menku, dan pimpinan militer ke istananya. kaisar mengambil inisiatif dengan mendesak para pimpinan pemerintah danmiliter untuk berusahamengahiri peperangan melalui diplomatik. Desakan kaisar ini memang membawa hasil,kerena bakan mentri peperangan maupun kepala staf tentera walaupun dengan berat hati,akhirnya setuju menyelesaikan perangmelalui meja perundingan.Usaha mendekati Uni sofiet pun ditingkatkan melalui Dubes Naotake di Moskow.
Dr Robert Oppenheimer yang timnya merancang dan membuat born tersebut di Los Alamos, menyaksikan uji coba peledakan tersebut dari jarak 10.000 yard dalam tempat perlindungan khusus. Ia menyaksikan sendiri betapa dahsyatnya sifat dan bentuk ledakan tersebut. Oppenheimer yang pernah mempelajari bahasa Sansekerta di Universitas Harvard, langsung teringat beberapa kalimat dari kitab Bhagavad Gita: “…Apabila sinar dari seribu Matahari serentak memecah ke langit, maka seperti itulah kemegahan Sang Perkasa Tunggal Aku adalah Kematian, Penghancur Alain Semesta”
Tatkala peledakan born atom ini terjadi, Presiden Truman sedang bertemu dengan PM Inggris Winston Churchill dan pemimpin Soviet Stalin di Postdam, di pinggiran kota Berlin. Truman dilapori keberhasilan itu, dan menurut ingatan Churchill, sontak Truman menunjukkan perubahan sikap setelah mengetahui bahwa negaranya kini memiliki bona atom. Truman yang semula dalam kesulitan menghadapi Stalin mengenai soal Eropa Timur pasta perang, lalu berubah menunjukkan sikap lebih percaya diri dan lebih tegas dalam perundingan tersebut.
Menjelang akhir perundingan, tanpa menyebut istilah nuklir atau atom, Truman sepintas memberitahu Stalin bahwa “kami kini telah mempunyai senjata baru yang memiliki kemampuan menghancurkan luar biasa.” Stalin yang diam-diam sebenarnya telah mengendus apa yang dikerjakan AS, mampu menutupi kekagetannya dan hanya berkomentar hendaknya AS dapat memanfaatkan senjata itu dengan sebaik-baiknya dalam menghadapi Jepang. Namun setelah itu Stalin pun langsung buru-buru menghubungi Moskow dan memerintahkan para ilmuwan Soviet untuk segera, dan dengan segala cara, menghasilkan senjata pemusnah serupa!
Apabila AS semula mengharapkan dan menghendaki Uni Soviet segera melibatkan diri dalam perang terhadap Jepang, maka kini setelah memiliki born atom, Washington pun berpandangan lain. Tadinya bantuan dari Soviet amat diperlukan untuk mengurangi tekanan Jepang terhadap Sekutu di Asia Tenggara dan Pasifik. Namun ketika itu Moskow punya alasan untuk tidak memerangi Jepang karena dia sendiri sedang bertahan matimatian terhadap serbuan Jerman Nazi.
Dengan bom atom, AS kini bisa berharap dapat mempercepat selesainya peperangan dengan Jepang tanpa keikutsertaan Uni Soviet. Para ahli strategi AS sendiri khawatir, keterlibatan Soviet melawan Jepang hanya akan menimbulkan komplikasi di kemudian hari seusai perang.
Persiapan dan kondisi Jepang
Sementara itu sejak Maret 1945 Jepang terus menerus didera pengeboman oleh kekuatan udara AS yang mengerahkan pesawat-pesawat pengebom berat B-29 Flying Fortress. Setiap kali serangan, Panglima Komando Pengebom Amerika Jenderal Curtis LeMay mengerahkan sekitar 500 pesawat. Perlawanan dari pesawat pemburu atau meriam penangkis udara Jepang tidak berarti, sehingga pengeboman dapat dilakukan leluasa, berpindah-pindah sasaran dari satu kota ke kota yang lain. Kehacuran industri dan kota-kota di Jepang luar biasa, lebih-lebih mengingat struktur bangunan penduduk umumnya dari kayu yang mudah terbakar.

Kota Nagoya telah berubah menjadi kota puing-puing. Ibukota Tokyo sendiri mengalami serangan udara besar dengan born bakar, sehingga puluhan mil persegi kota itu rata dengan tanah. Badai api akibat pengeboman pada 9-10 Maret menewaskan sedikitnya 87.000 penduduk sipil. Khusus untuk serangan ke Tokyo, penerbang-penerbang AS telah diinstruksikan untuk menjauhi kompleks Istana Kaisar. Sekalipun demikian tak wrung sebagian dari istana ikut terjilat api karena hebatnya kebakaran di sekitarnya.
Beberapa hari kemudian LeMay menyerang kota Yokohama, dan tatkala ke-517 pesawat penyerang telah pergi, maka 85 persen kota tersebut masih berkobar hebat. Setelah Tokyo dan Yokohama ludes, sasaran pindah ke Osaka dan Kobe dengan hasil serupa. Hanya Kyoto saja yang tidak pernah diserang mengingat nilainya yang tinggi sebagai kota pusat kebudayaan. Dan rangkaian serangan udara tersebut, lebih dari seratus mil persegi kawasan kota-kota besar Jepang rata dengan tanah, sepertiga bangunan gedung hancur, dan sekitar dua juta rumah tinggal musnah dengan akibat 13 juta penduduk kehilangan tempat tinggal. Jumlah korban penduduk sipil sangat besar. Jalur-jalur transportasi juga hancur, sehingga dikhawatirkan hubungan kereta api antar kota segera akan terhenti, dan ini berarti distribusi barang kebutuhan pun mandek.
Dihajar seperti itu, Jepang pun “sempoyongan”, namun tidak juga terjatuh. Barang atau materi untuk kebutuhan perang maupun kehidupan sehari-hari semakin langka. Bahan bakar minyak, baja, aluminium, dan sebagainya semakin terbatas. Rakyat pun diminta untuk menyuling minyak dari akar pohon pinus. Penduduk kota-kota yang paling terpukul juga mulai kekurangan makanan. Sehingga setiap hari Minggu, banyak dari mereka datang ke pedesaan sekitar, menukarkan barang berharga mereka seperti perhiasan, pakaian, dan sebagainya dengan sayur mayur, beras, kentang dan lain-lainnya yang dihasilkan petani.
Dalam keadaan demikian, di kalangan pemerintahan dan tokohnya timbul sikap mendua. Di satu pihak menginginkan pengakhiran perang, namun dengan persyaratan yang lebih baik dibandingkan menyerah tanpa syarat seperti yang dituntut Sekutu. Tetapi di lain pihak, mereka tetap bersiap diri menghadapi invasi AS. Jepang masih berharap bisa memperoleh satu saja kemenangan besar sehingga nantinya dapat mengakhiri peperangan dengan lebih terhormat.
Dewan tertinggi yang kini memimpin peperangan Jepang dikenal dengan sebutan “Enam Besar”, karena mereka terdiri dari enam tokoh yang didominasi militer, yaitu PM Laks.(purn) Suzuki, Laks. Mitsumasa Yonai selaku menteri AL, Jenderal Korechika Anami sebagai menteri AD, Laks. Soemi Toyoda yang memimpin Staf Umum AL, dan Jenderal Yoshijuri Umezu yang mengepalai Staf Umum AD. Satu-satunya yang sipil adalah Menlu Togo. Dengan komposisi demikian, maka kehendak dan kepentingan militer dapat lebih diakomodasi, sementara PM Suzuki sendiri harus berhati-hati untuk tidak bermusuhan dengan AD yang lebih kuat dan dapat melakukan kudeta. Ia ingat betul pada 1936 nyaris terbunuh dalam peristiwa percobaan kup oleh sekelompok perwira AD.
Dewan ini bersama pihak militer merancang Operasi Penentuan atau KetsuGo, yang intinya adalah rencana pertahanan Pulau Kyushu, dengan tujuan mampu memukul mundur penyerbuan pertama musuh. Sekalipun akhirnya memang tidak dapat menahan invasi AS, namun setidaknya pukulan awal yang diberikan Jepang akan menimbulkan kerugian besar bagi AS sehingga membuka kemungkinan pengakhiran perang lewat perundingan.Sementara itu di kalangan tentara pun ada kelornpok yang berpendirian lebih baikfepang hancur iebur daripada harus menyerah kalah!
Perhitungon korban
Deklarasi Postdam diumumkan pada 26 juli.Dalam deklarasi ini memang masih tercantum persyaratan menyerah tanpa syarat, namun hal ini lebih ditujukan terhadap Angkatan Bersenjata jepang.Sedangkan mengenai sistem kekaisaran atau kaisarnya sendiri, deklarasi itu membuka pintu dengan menyebutkan bahwa pemerintahan di jepang akan diserahkan kepada kehendak bebas dari rakyatnya. Deklarasi yang terdiri dari l3 pasal itu ditutup dengan ancarnan jika Pemerintah jepang tidak bersedia mengumumkan penyerahan tanpa syarat seluruh angkatan bersenjatanya, maka alternatifnya adalah penghancuran lebih lanjut negeri jepang.
Dubes jepang di Moskow, Naotake Sato berpendapat bahwa persyaratan dari Postdam itu sebenarnya lebih baik dari pada yang telah dipaksakan terhadap jerman Nazi, dan sebaiknya diterirna oleh Tokyo.Namun temyata reaksi dariTokyo terhadap Deklarasi Postdam dingin-dingin saja. PM Suzr,rki bahkan menyatakan “tidak perlu menanggapinya dengan serius.” Berita Lrtama koran The New York Times terbitan 30 fuli pun dengan judul besar-besar menuliskan : ” jepang Resmi Menolak Ultimatum Sekutu”.
Dinas intelijen AS menangkap pesan-pesan rahasia jepang yang di satu pihak masih mempersoalkan persyaratan pengakhiran perang yang tampaknya tidak mungkin diterirna oleh AS. Sementara dilain pihak juga tersadap sinyal-sinyal militer jepang yang terus menyiapkan diri untuk pertahanan tanah air. Persiapan bertahan ini dinilai sebagai sikap bersikeras militer jepang untuk meneruskan peperangan di negerinya sendiri, dan AS pun menganggap bahwa AD |epang masih menjadi kekuatan paling dominan di jepang.
Karena itulah disimpulkan bahwa bagaimana pun jepang tidak memiliki kesediaan untuk menyerah.

Persoalannya kemudian adaiah bagaimana memutuskan untuk meneruskan rencana invasi ke daratan ) epang, termasuk menggunakan alternatif penggunaan bom atoln. Berbagai saran dan pertirnbangan dikumpulkan Presiden Truman, karena akhirnya dialah yang harus memberi keputusan terahir.
Dalam soal hitung menghitung taksiran korban yang akan jatuh di pihak AS dalam penyerbuan, Kepala Staf Gabungan jederal George Marshall dilaporkan pernah menyebutkan angka korban tewas dan luka-luka akan berkisar antara 250.000 hingga satu juta orang. Sementara Menteri Peperangan Henry Stimson mengaku pernah dilapori bahwa harga yang harus dibayar adalah sekitar satu juta korban, mati maupun terluka. PM Churchill bahkan sempat menyampaikan angka yang lebih hebat lagi, yaitu satu juta nyawa AS ditambah setengah juta Inggris yang akan hilang dalam upaya terakhir menaklukkan negeri ini.
Tetapi ada pula hitungan yang lebih moderat, yang dikeluarkan oleh kornisi gabungan perencanaan perang di Washington. Hitungan ini menyebut bahwa untuk serbuan ke Kyushu dan dataran Tokyo,korban di pihak AS adalah 40.000 tewas,190.000 luka-luka, dan 3.500 hilang. Sedangkan jenderal MacArthur memproyeksikan dalarn 30 hari pertama pertempuran, korban akan mencapai 50.800 dan untuk 90 hari pertempuran sekitar 105.000 korban, mati maupun yang terluka.
Keputusan Truman
Sementara itu pertirnbangan mengenai kernungkinan penggunan bom atom juga disusun. Sebuah panel tercliri dari para ahli dibentuk untuk mernbuat usulan. DrOppenheimer merrperkirakan sedikitnya 20.000 orang akan mati dengan satu ledakan saja, sehingga Menteri Stimson berpendapat agar bom ini diarahkan terhadap obyek kerniliteran saja. Panelis lain yang mengetahui kedahsyatan bom ini mengusulkan, untuk meyakinkan jepang bagaimana jika kehebatan daya penghancur bom ini “didemokan” di suatu wilayah jepang yang relatif terisolir. Perdebatan pun terjadi,dan akhirnya direkornendasikan pernakaian bom atom terhadap jepang tanpa peringatan terlebih dulu.

Hiroshirna akan dijadikan sasaran pertama, dengan pertirnbangan ini adalah kota terbesar yang belum pernah diserang dengan bom bakar, dan dikenal sebagai kota tentarakarena di situ terdapat Mabes Tentara Kedua dengan sekitar 42.000 pasukan. Di sini juga ada pelabuhan militer penting. Kota yang terletak di bagian selatan pulau utama Honshu ini dihuni lebih dari 360.000 orang, nalnlrn 120.000 di antaranya telah mengungsi keluar kota.
Sekalipun demikian, rekornendasi itu tidaklah lolos begitu saja. Sejurnlah pakar yang tergabung dalarn proses pengembangan senjata itu keberatan menggunakan bom atom Untuk tujuan perang. Dipirnpin ahli fisika Dr james Franck, seoran.pemenang Hadiah Nobel,mereka menyatakan jika AS sampai menjadi negara pertalna yang menggunakan senjata penghancur kemanusiaan ini, maka itu berarti AS mengorbankan dukungan publik dunia, memulai lomba senjata, dan mengucilkan kemungkinan tercapainya perjanjian internzisional untuk mengendalikan perseniataan semacarn itu.
Namun keberatan mereka ditampik,dan pertembuan khusus diadakan oleh Presiden Trurnan dengan menteri peperangan serta para kepala staf gabungan.Asisten Menteri Peperangan john McCloy sarnpai saat terakhir menentang pemakaian bom atom dan masih menyarankan agar hal itu diultirnatumkan terlebih dahulu terhadap jepang. Apabila jepang menerima ultimatum bom Atom, maka selain menghindari banyak korban, AS pun akan meraih posisi moral lebih baik karena tidak menggunakan senjata pemusnah massal tersebut.
Dalarn proses perkembangan selanjutanya, Presiden Trurnan akhirnya memutuskan bahwa bom itu harus digunakan.Dalam hal ini dia menperoleh dukungan dari Churchill sewaktu bertemu di Postdam. Keputusan ini tarnpaknya diambil berdasarkan pragrnatisme belaka, karena bom tersebut hanyalah dipandang sebagai sekadar sebuah senjata kemiliteran dalam perang yang memang perlu digunakan,disamping keyakinannya bawa dengan bom itu perang cepat dapat diakhiri, dan banyak korban tewas, terutana AS, yang dapat diselamatkan. Ia bahkan ingin menunjukkan bahwa jumlah orang jepang yang tewas akibat pengeboman di Tokyo saja masih lebih besar dari pada yang diakibatkan bom atorn.
Dalam wawancara tahun 1958 dengan john Toland, penulis sejarah kemiliteran,Trurnan menyatakan keputusannya menggunakan bom atom terjadinya begitu saja tanpa melalui perenungan jiwa yang mendalam. “Begitu saja saya memutuskannya. Ya seperti inilah,” ujarnya sambil menientikkan dua jarinya.
Keputusan Truman tersebut tidak membatasi penggunaan hanya satu bom atom saja, tetapi suatu kampanye pengeboman sampai jepang benar-benar bertekuk lutut. Panglima Komando Udara Strategis AS Jenderal Carl Spaatz yang mengetahui konsekuensi luar biasa dari operasi pengeboman tersebut, meminta perintah tertulis dari Presiden Truman intuk menjatuhkan bom tersebut. Tanggal 24 Juli Truman merancang surat perintah itu, dan besoknya telah diterima Spaatz.
Dalam surat perintah itu diinstruksikan, Grup Komposit ke-509 dari Angkatan Udara ke-20 adalah yang akan bertugas menjatuhkan bom dengan pengamatan visual atas sasarannya. Waktu untuk serangan ditentukan setelah 3 Agustus dalam kondisi cuaca yang mengizinkan, dengan salah satu dari empat kota sasaran sesuai urutan: Hiroshima, Kokura, Niigata, dan Nagasaki. Instruksi Presiden Truman juga menyebutkan perlunya pesawat tambahan yang harus menyertai pesawat pengebom, untuk membawa personel yang akan mengamati dan merekam akibat ledakan bom tersebut
Demikianlah satu hari setelah surat perintah keluar, di lepas pantai Pulau Tinian berlabuh kapal penjelajah berat USS Indianapolis. Kapal perang ini yang empat hari kemudian ditenggelamkan kapal selam Jepang, menurunkan muatan super rahasia, berupa silinder metal yang berisi U(urani um )-235, yang akan menjadi jantung born atom pertama yang operasional. Born ini dirakit di ruang khusus selama beberapa hari, sementara Grup 509 pimpinan Kol. Paul W. Tibbets Jr melakukan latihan dalam suasana rahasia dengan penjagaan ketat.
Cuaca diramalkan cukup bagus setelah lewat tengah malam 5 Agustus, dan pesawat B-29 Enola Gay (nama ibunda Kol. Tibbets) serta pesawat-pesawat yang menyertainya pun tinggal landas dari Tinian pada pukul 02.45 dinihari 6 Agustus. Sebuah tragedi menyedihkan dalam sejarah kemanusiaan akan terjadi beberapa jam lagi di kota Hiroshima yang kala itu masih tertidur lelap