Bangsa Palestina tidak pernah merasakan keamanan bernegara
sebagaimana layaknya bangsa yang berdaulat. Hal itu dikarenakan perang
yang berkelanjutan untuk mempertahankan tanah air mereka dari tangan
zionis yahudi. Salah satu dari rentetan peperang dengan bangsa penjajah
itu adalah perang Arab Israel tahun 1948 yang merupakan perang perdana
antara Israel dan Bangsa Arab. Selain itu, perang ini juga merupakan
permulaan bagi rakyat palestina untuk memasuki deretan masa malapetaka
dasyat (An-Nakbah) dalam sejarah. Dimana pada waktu itu, Israel berhasil
merampas 77%wilayah Palestina dan mengusir kurang lebih 3/2
penduduknya.
Terjadinya perang ini merupakan bentuk protes bangsa arab atas dikeluarkannya resolusi PBB No. 181 tanggal 29 November 1947, yang membagi wilayah Palestina sebesar 54% kepada bangsa yahudi yang pada waktu itu hanya berjumlah 30% dari jumlah rakyat Palestina, dan 45% kepada bangsa arab, sedangkan 1% yaitu Al-Quds dijadikan wilayah internasional.
Kondisi dan Kekuatan Militer
Untuk lebih memahami perkembangan dan hasil dari perang ini, perlu kiranya kita menilik kondisi dan kekuatan tiap kubu yang berkaitan dengan peristiwa tersebut.
A. Bangsa Palestina
Bangsa Palestina baru mengakhiri usaha perjuangan keras untuk melawan kolonialisme Inggris dan masih berada dalam tekanan hukum militer yang ketat selama berlangsungnya perang dunia ke-II (1939-1945).
Bangsa Palestina tidak memiliki sosok pemimpin yang berpengalaman dan cakap dalam bidang ekonomi dan politik dan mampu mengatur kekuatan serta memobilisasi masa untuk membela tanah air mereka.
Tidak sedikit dari pembesar bangsa Palestina tidak bisa masuk ke negaranya dikarenakan kondisi politik yang mengalami berbagai konflik internal maupun eksternal.
Perekonomian yang lemah mengakibatkan kekuatan militer Palestina tidak memungkinkan mereka untuk menambah persenjataan. Bahkan sebagian besar bantuan senjata dari negara-negara arab, sudah tidak layak pakai dan kwalitasnya dibawah rata-rata.
B. Negara-negara Arab
Kondisi sebagian negara-negara arab waktu itu masih berstatus jajahan negara asing atau baru merdeka dan belum memiliki kekuatan yang kuat untuk berperang.
Tentara arab tidak memiliki pengalaman perang yang cukup, karena belum pernah terjun langsung dalam peperangan. Bahkan sebagian dari mereka datang ke medan perang tanpa persiapan matang seperti tentara Irak. Selain itu, mereka juga tidak begitu mengetahui secara detail tentang keadaan Palestina.
Walaupun negara-negara arab telah mengambil alih perihal kemerdekaan Palestina, akan tetapi mereka tidak mengeluarkan seluruh kemampuannya untuk berperang, bahkan terkesesan meremehkan eksistensi kekuatan militer bangsa yahudi yang berjuang mati-matian.
Tentara arab lemah dalam pengaturan strategi karena tidak meiliki pemimpin yang punya otoritas dalam menggabungkan kekuatan mereka.
Panglima tentara Yordania asal Inggris Jendral Jloub, melarang keras para pasukannya untuk keluar dari batas wilayah yang telah ditetapkan PBB. Dengan kata lain, tujuan keikutsertaan mereka dalam perang ini bukan untuk kemerdekaan Palestina akan tetapi demi memperjuangkan ketetapan PBB.
Bangsa yahudi berhasil menyusup kedalam barisan tentara Palestina untuk melemahkan kekuatan mereka, bahkan menyebarkan isu kepada tentara arab bahwa musuh mereka sebenarnya adalah bangsa Palestina. Sebagian tentara arab terhasut dan mereka akhirnya melucuti senjata dari tangan tentara Palestina.
Persenjataan tentara arab tergolong lemah bila dibandingkan dengan kekuatan militer yahudi karena mereka mendapatkan suplai senjata dari negara-negara besar.
C. Zionis Yahudi
Perkembangan bangsa yahudi dalam pembangunan sarana dan instansi dalam bidang pendidikan, ekonomi, militer, sosial dan politik sangat pesat terkhusus selama masa kolonialisme Inggris.
Para perwira tentara yahudi memiliki pengalaman dan wawasan yang luas dalam berperang maupun mengatur strategi.
Tentara yahudi mendapatkan dukungan politik, ekonomi dan militer dari negara-negara besar yang merasa akan mendapat keuntungan dengan berdirinya negara yahudi.
Zionis yahudi dapat mengerahkan tentara dengan persenjataan lengkap dengan jumlah 60-70 ribu tentara dan 26 ribu diantaranya berpengalaman dan pernah ikut serta dalam perang dunia II.
Menurut bangsa yahudi, perang ini adalah perang antara hidup dan mati dalam memperjuangkan eksistensi mereka. Dengan alasan ini, mereka berhasil mengerahkan kemampuan semaksimal mungkin untuk melawan Palestina dan mendapat dukungan dari kaum yahudi di seluruh dunia.
Kondisi ekonomi dan hubungan politik yang kuat dengan negara lain, memudahkan yahudi untuk menambah persediaan senjata dengan membelinya dari negara-negara besar.
D. Dunia Internasional
Selama tiga puluh tahun, Inggris berhasil mengembangkan dan memajukan bangsa yahudi. Disisi lain, bangsa Palestina terpuruk dan dihambat kemajuannya baik dalam bidang politik, ekonomi ataupun militer.
Eksistensi bangsa yahudi diuntungkan dengan dukungan dua kekuatan besar saat itu yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet, dengan ini mereka berhasil meraih kepercayaan internasional untuk membangun negara sendiri.
Inggris menggunakan kekuasaannya untuk menekan negara-negara arab (Mesir, Yordania dan Iraq) agar tentara mereka tidak menembus batas garis merah kekuasaan Inggris, sebagaimana mereka melarang datangnya bala tentara bantuan dari organisasi-organisasi arab seperti Al-Ikhwan Al-Muslimun yang berada di Mesir.
Keluarnya keputusan untuk melarang penjualan senjata kepada kubu bangsa arab dan tidak demikian halnya untuk kubu yahudi.
Perbandingan jumlah tentara antara dua kubu yang saling berperang menurut penelitian DR. Haitsam Al-Kailani dalam bukunya Strategi Militer Perang Arab-Israel, adalah sebagai berikut:
Masa sebelum masuknya tentara arab (Desember 1947 – Mei 1948)
Arab: 12.000 Yahudi:60.000
Masa ketika masuknya tentara arab
Arab: 21.000 Yahudi: 67.000
Akhir masa perang
Arab: 40.000 Yahudi: 106.000
Pada masa awal-awal peperangan, kekuatan militer resmi kubu bangsa arab terdiri dari 6.000 tentara Mesir, 1.500 tentara Suriah, 1.500 tentara Iraq, 4.500 tentara Yordania, 1.500 tentara Saudi Arabia dan 1.000 tentara Lebanon. Selama peperangan berlangsung, jumlah tentara Mesir bertambah hingga 20.000 tentara, begitu juga dengan negara-negara arab lainnya.
Kekuatan Militer Informal Bangsa Arab
Selain tentara dari negara-negara arab yang ikut membela Palestina, gerakan dan organisasi masyarakat arab pun turut andil dalam memperjuangkan tanah suci tersebut. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pasukan Al-Jihad Al-Muqaddas
Adalah sebuah pasukan yang dibentuk oleh Lembaga Tinggi Arab untuk Palestina dan dipimpin oleh Abdul Qadir Al-Husaini yang tewas dalam pertempuran Al-Qasthal pada 8 April 1948. Pasukan ini terdiri dari kurang lebih 10.000 tentara dengan persenjataan yang tergolong kurang, karena para pemimpin organisasi-organisasi arab bersekongkol dengan Lembaga Tinggi Arab untuk tidak menyalurkan bantuan berupa senjata ataupun uang kepada mereka. Karena hal itu, Abdul Qodir Al Husaini pemimpin pasukan ini, berseru dengan lantang dihadapan ketua Komite Militer Arab yang menolak untuk menyalurkan bantuan berupa senjata kepada mereka dan berkata: “Kalian adalah pengkhianat, kalian adalah penjahat, sejarah akan mencatat bahwa kalianlah yang menghancurkan dan menelantarkan Palestina.”
Pasukan ini tersebar disebagian besar kota dan desa di Palestina, juga memiliki peran penting dalam perlawanan akan tetapi fasilitas yang kurang memadai menghambat mereka untuk dapat lebih maksimal dalam melakukan perlawanan
2. Pasukan Al-Inqadz
Pasukan ini berdiri berdasarkan ketetapan dari Al-Jamiah –Al Arabiyah. Mayoritas pionernya adalah sukarelawan dari negara-negara arab. Jumlah sukarelawan yang terdaftar dalam pasukan ini kurang lebih adalah 10.000 orang, akan tetapi yang berhasil masuk wilayah Mesir hanya sekitar 4.630 tentara.
Gerakan pasukan ini berpusat di wilayah bagian utara dan tengah Palestina dengan Fauzi Al-Qawaqaji sebagai pimpinan mereka. Komposisi barisan pasukan ini sangat beragam, mulai dari para tentara ahli hingga sukarelawan yang tidak punya wawasan perang sama sekali, diantara mereka yang bergabung terdapat para pemuda yang terpanggil oleh imannya dan memiliki tekad kuat tuk berkorban demi tanah air. Akan tetapi didapati juga dalam barisan ini para penyusup yang memanfaatkan kesempadan dalam kesempitan, dengan mengadakan operasi pencurian di daerah yang seharusnya mereka jaga. Hal ini memberikan dampak negatif khususnya kepada Fauzi Al-Qawaqaji, hingga ia dipandang sebagai pemimpin yang tidak becus dan tidak bertanggung jawab.
3. Al-Ikhwan Al-Muslimun
Keikutsertaan Al-Ikhwan Al-Muslimun pada perang Arab-Israel tahun 1948 menjadi salah satu contoh terbaik bagi gerakan dan organisasi arab yang memperjuangkan keutuhan umat islam. Para pengikut gerakan ini bersatu dari berbagai negara seperti Mesir, Yordania dan Iraq untuk mengadakan mobilisasi masa bersar-besaran dan mengumpulkan bantuan harta benda juga senjata untuk para tentara di Palestina.
Kronologi Perang 1948
Marhalah pertama perang Arab-Israel bermula pasca dikeluarkannya resolusi PBB no. 181tanggal 29 November 1947 hingga akhir masa kolonialisme Inggris dan masuknya tentara arab ke Palestina. Pada saat itu, persediaan senjata Palestina sangat kurang dan perekonomian mereka lemah. Sedangkan di sisi lain, yahudi justru mengimpornya senjata-senjata baru dan canggih dalam jumlah besar.
Konflik internal terjadi dan mengakibatkan kemunduran bagi Palestina khususnya pada bulan April 1948 pasca tewasnya Abdul Qadir Al-Husaini dalam pertempuran Al-Qasthal, dan peristiwa dibunuhnya Dir Yasin oleh tentara yahudi yang menyebabkan jatuhnya korban sebanyak 253 warga Palestina. Dengan itu, kota-kota penting di Palestina jatuh ke tangan yahudi diantaranya Tiberias takluk pada 19 April, Hiva pada 22 April, Bisan dan Shafd pada 12 Mei dan Yafa pada 14 Mei.
Pada awal-awal perang, pasukan arab menunjukkan keberhasilan yang lumayan. Tentara Mesir dapat menguasai garis wilayah Al-majdal – Al-Fallujah – Bait Jabrin – Al-Khalil dan garis Usdud – Al-Qasthina, juga berhasil mengisolasi tentara yahudi di An-Naqab. Sedangkan bala tentara Yordania memfokuskan penjagaan di daerah tengah Palestina yang mencakup Al-Quds, Ramallah dan daerah yang berjarak sekitar 10 km dari Tel Aviv. Hal yang sama juga dilakukan oleh tentara Iraq dan Suriah. Secara umum Palestina masih menguasai 80-82% luas wilayah hingga masuknya bala tentara negara-negara arab.Posisi tentara yahudi terancam di beberapa titik, namun di lain tempat mereka justru menguasainy seperti di sebagian utara Palestina pasca ditaklukannya kota Aka pada 17 Mei 1948.
Pada masa gencatan senjata pertama (11 Juni – 8 Juli 1948), berdasarkan keputusan Majlis Keamanan Internasional, yahudi mendapatkan bantuan berupa 40 pesawat tempur dan senjata berat lainnya. Sedangkan bangsa arab dilarang mengadakan transaksi jual beli senjata. Ketika perang kembali dimulai, dengan begitu mudah yahudi dapat memperluas jajahannya. Hanya dalam waktu tiga hari yahudi dapat menaklukkan kota Al-Lad dan Ramallah juga memperluas kekuasaan hingga tengah Palestina bagian timur.
Yahudi memanfaatkan masa gencatan senjata kedua untuk memperluas jajahannya. Mereka memfokuskan serangan besar-besaran pada 15 Oktober ke daerah selatan Palestina, hingga akhirnya terbukalah jalan bagi mereka untuk menggapai wilayah yahudi yang terisolasi disana.
Keadaan seperti ini terus berlanjut dan tentara arab pun satu persatu dapat dupukul mundur oleh yahudi, hingga takluknya wilayah utara Palestina pada 29-31 Oktober 1948. Dengan ini, yahudi berhasil menguasai 77% tanah Palestina dan mendirikan negara Israel di sana.
Tentara yahudi mengalami kesulitan yang luar biasa pada awal peperangan selama enam bulan akan tetapi setelah itu mereka dengan mudahnya merebut tanah-tanah palestina. Rakyat Palestina di tiap daerah telah berjuang sekuat tenaga untuk mempertahankan tanah air mereka, hingga tidak luput satu desa pun dari pengalaman perang dan kesediahan karena kekalahan yang diakibatkan kurangnya persediaan senjata dan strategi perang yang kurang canggih.
Pasca perang ini, bangsa yahudi mengusir sekitar 800.000 penduduk Palestina - dari jumlah keseluruhan satu juta jiwa - dari tanah mereka. Sekitar 290.000 warga Palestina mengungsi dan dilarang untuk kembali sampai saat ini.
Penutup
Perang Arab-Israel tahun 1948 merupakan wujud ketidakpuasan bangsa arab atas resolusi PBB yang membagi wilayah Palestina secara tidak adil. Bangsa yahudi yang berjumlah hanya 30% dari rakyat Palestina diberi 54% dan 1% dijadikan wilayah internasional sedangkan sisanya deserahkan pada bangsa arab.
Kekalahan bangsa arab dalam peperangan ini disebabkan beberapa faktor diantaranya adalah kondisi militer yang belum cukup kuat dan berpengalaman serta ekonomi yang lemah. Di lain pihak bangsa yahudi mendapat bantuan dan dukungan internasional dari negara-negara yang merasa diuntungkan dengan berdirinya negara Israel. Selain itu, pihak yahudi berhasil menyusupkan beberapa utusannya untuk membuat konflik internal di tubuh bangsa arab dan mengacaukan konsentrasi mereka.
Tidak hanya pasukan-pasukan resmi dari tiap negara arab yang ikut andil dalam peperangan ini, gerakan dan organisasi masyarakat arab pun ikut serta membantu mempertahankan tanah Palestina tersebut seperti gerakan Al-Ikhwan Al-Muslimun.
Secara umum, rakyat Palestina dan bangsa arab telah berusaha sekuat tenaga melawan bangsa yahudi, namun Allah Swt. Memiliki rencana lain untuk hamba-Nya. Peperangan antara Palestina atau umat islam secara keseluruhan dengan yahudi tidak akan pernah berhenti. Maka, sudah selayaknya lah kita selaku sesama muslim turut andil dalam perjuangan tersebut dengan berbagai kemampuan yang kita miliki, agar segala bentuk kezaliman dapat diberantas dari muka bumi ini.
Terjadinya perang ini merupakan bentuk protes bangsa arab atas dikeluarkannya resolusi PBB No. 181 tanggal 29 November 1947, yang membagi wilayah Palestina sebesar 54% kepada bangsa yahudi yang pada waktu itu hanya berjumlah 30% dari jumlah rakyat Palestina, dan 45% kepada bangsa arab, sedangkan 1% yaitu Al-Quds dijadikan wilayah internasional.
Kondisi dan Kekuatan Militer
Untuk lebih memahami perkembangan dan hasil dari perang ini, perlu kiranya kita menilik kondisi dan kekuatan tiap kubu yang berkaitan dengan peristiwa tersebut.
A. Bangsa Palestina
Bangsa Palestina baru mengakhiri usaha perjuangan keras untuk melawan kolonialisme Inggris dan masih berada dalam tekanan hukum militer yang ketat selama berlangsungnya perang dunia ke-II (1939-1945).
Bangsa Palestina tidak memiliki sosok pemimpin yang berpengalaman dan cakap dalam bidang ekonomi dan politik dan mampu mengatur kekuatan serta memobilisasi masa untuk membela tanah air mereka.
Tidak sedikit dari pembesar bangsa Palestina tidak bisa masuk ke negaranya dikarenakan kondisi politik yang mengalami berbagai konflik internal maupun eksternal.
Perekonomian yang lemah mengakibatkan kekuatan militer Palestina tidak memungkinkan mereka untuk menambah persenjataan. Bahkan sebagian besar bantuan senjata dari negara-negara arab, sudah tidak layak pakai dan kwalitasnya dibawah rata-rata.
B. Negara-negara Arab
Kondisi sebagian negara-negara arab waktu itu masih berstatus jajahan negara asing atau baru merdeka dan belum memiliki kekuatan yang kuat untuk berperang.
Tentara arab tidak memiliki pengalaman perang yang cukup, karena belum pernah terjun langsung dalam peperangan. Bahkan sebagian dari mereka datang ke medan perang tanpa persiapan matang seperti tentara Irak. Selain itu, mereka juga tidak begitu mengetahui secara detail tentang keadaan Palestina.
Walaupun negara-negara arab telah mengambil alih perihal kemerdekaan Palestina, akan tetapi mereka tidak mengeluarkan seluruh kemampuannya untuk berperang, bahkan terkesesan meremehkan eksistensi kekuatan militer bangsa yahudi yang berjuang mati-matian.
Tentara arab lemah dalam pengaturan strategi karena tidak meiliki pemimpin yang punya otoritas dalam menggabungkan kekuatan mereka.
Panglima tentara Yordania asal Inggris Jendral Jloub, melarang keras para pasukannya untuk keluar dari batas wilayah yang telah ditetapkan PBB. Dengan kata lain, tujuan keikutsertaan mereka dalam perang ini bukan untuk kemerdekaan Palestina akan tetapi demi memperjuangkan ketetapan PBB.
Bangsa yahudi berhasil menyusup kedalam barisan tentara Palestina untuk melemahkan kekuatan mereka, bahkan menyebarkan isu kepada tentara arab bahwa musuh mereka sebenarnya adalah bangsa Palestina. Sebagian tentara arab terhasut dan mereka akhirnya melucuti senjata dari tangan tentara Palestina.
Persenjataan tentara arab tergolong lemah bila dibandingkan dengan kekuatan militer yahudi karena mereka mendapatkan suplai senjata dari negara-negara besar.
C. Zionis Yahudi
Perkembangan bangsa yahudi dalam pembangunan sarana dan instansi dalam bidang pendidikan, ekonomi, militer, sosial dan politik sangat pesat terkhusus selama masa kolonialisme Inggris.
Para perwira tentara yahudi memiliki pengalaman dan wawasan yang luas dalam berperang maupun mengatur strategi.
Tentara yahudi mendapatkan dukungan politik, ekonomi dan militer dari negara-negara besar yang merasa akan mendapat keuntungan dengan berdirinya negara yahudi.
Zionis yahudi dapat mengerahkan tentara dengan persenjataan lengkap dengan jumlah 60-70 ribu tentara dan 26 ribu diantaranya berpengalaman dan pernah ikut serta dalam perang dunia II.
Menurut bangsa yahudi, perang ini adalah perang antara hidup dan mati dalam memperjuangkan eksistensi mereka. Dengan alasan ini, mereka berhasil mengerahkan kemampuan semaksimal mungkin untuk melawan Palestina dan mendapat dukungan dari kaum yahudi di seluruh dunia.
Kondisi ekonomi dan hubungan politik yang kuat dengan negara lain, memudahkan yahudi untuk menambah persediaan senjata dengan membelinya dari negara-negara besar.
D. Dunia Internasional
Selama tiga puluh tahun, Inggris berhasil mengembangkan dan memajukan bangsa yahudi. Disisi lain, bangsa Palestina terpuruk dan dihambat kemajuannya baik dalam bidang politik, ekonomi ataupun militer.
Eksistensi bangsa yahudi diuntungkan dengan dukungan dua kekuatan besar saat itu yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet, dengan ini mereka berhasil meraih kepercayaan internasional untuk membangun negara sendiri.
Inggris menggunakan kekuasaannya untuk menekan negara-negara arab (Mesir, Yordania dan Iraq) agar tentara mereka tidak menembus batas garis merah kekuasaan Inggris, sebagaimana mereka melarang datangnya bala tentara bantuan dari organisasi-organisasi arab seperti Al-Ikhwan Al-Muslimun yang berada di Mesir.
Keluarnya keputusan untuk melarang penjualan senjata kepada kubu bangsa arab dan tidak demikian halnya untuk kubu yahudi.
Perbandingan jumlah tentara antara dua kubu yang saling berperang menurut penelitian DR. Haitsam Al-Kailani dalam bukunya Strategi Militer Perang Arab-Israel, adalah sebagai berikut:
Masa sebelum masuknya tentara arab (Desember 1947 – Mei 1948)
Arab: 12.000 Yahudi:60.000
Masa ketika masuknya tentara arab
Arab: 21.000 Yahudi: 67.000
Akhir masa perang
Arab: 40.000 Yahudi: 106.000
Pada masa awal-awal peperangan, kekuatan militer resmi kubu bangsa arab terdiri dari 6.000 tentara Mesir, 1.500 tentara Suriah, 1.500 tentara Iraq, 4.500 tentara Yordania, 1.500 tentara Saudi Arabia dan 1.000 tentara Lebanon. Selama peperangan berlangsung, jumlah tentara Mesir bertambah hingga 20.000 tentara, begitu juga dengan negara-negara arab lainnya.
Kekuatan Militer Informal Bangsa Arab
Selain tentara dari negara-negara arab yang ikut membela Palestina, gerakan dan organisasi masyarakat arab pun turut andil dalam memperjuangkan tanah suci tersebut. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pasukan Al-Jihad Al-Muqaddas
Adalah sebuah pasukan yang dibentuk oleh Lembaga Tinggi Arab untuk Palestina dan dipimpin oleh Abdul Qadir Al-Husaini yang tewas dalam pertempuran Al-Qasthal pada 8 April 1948. Pasukan ini terdiri dari kurang lebih 10.000 tentara dengan persenjataan yang tergolong kurang, karena para pemimpin organisasi-organisasi arab bersekongkol dengan Lembaga Tinggi Arab untuk tidak menyalurkan bantuan berupa senjata ataupun uang kepada mereka. Karena hal itu, Abdul Qodir Al Husaini pemimpin pasukan ini, berseru dengan lantang dihadapan ketua Komite Militer Arab yang menolak untuk menyalurkan bantuan berupa senjata kepada mereka dan berkata: “Kalian adalah pengkhianat, kalian adalah penjahat, sejarah akan mencatat bahwa kalianlah yang menghancurkan dan menelantarkan Palestina.”
Pasukan ini tersebar disebagian besar kota dan desa di Palestina, juga memiliki peran penting dalam perlawanan akan tetapi fasilitas yang kurang memadai menghambat mereka untuk dapat lebih maksimal dalam melakukan perlawanan
2. Pasukan Al-Inqadz
Pasukan ini berdiri berdasarkan ketetapan dari Al-Jamiah –Al Arabiyah. Mayoritas pionernya adalah sukarelawan dari negara-negara arab. Jumlah sukarelawan yang terdaftar dalam pasukan ini kurang lebih adalah 10.000 orang, akan tetapi yang berhasil masuk wilayah Mesir hanya sekitar 4.630 tentara.
Gerakan pasukan ini berpusat di wilayah bagian utara dan tengah Palestina dengan Fauzi Al-Qawaqaji sebagai pimpinan mereka. Komposisi barisan pasukan ini sangat beragam, mulai dari para tentara ahli hingga sukarelawan yang tidak punya wawasan perang sama sekali, diantara mereka yang bergabung terdapat para pemuda yang terpanggil oleh imannya dan memiliki tekad kuat tuk berkorban demi tanah air. Akan tetapi didapati juga dalam barisan ini para penyusup yang memanfaatkan kesempadan dalam kesempitan, dengan mengadakan operasi pencurian di daerah yang seharusnya mereka jaga. Hal ini memberikan dampak negatif khususnya kepada Fauzi Al-Qawaqaji, hingga ia dipandang sebagai pemimpin yang tidak becus dan tidak bertanggung jawab.
3. Al-Ikhwan Al-Muslimun
Keikutsertaan Al-Ikhwan Al-Muslimun pada perang Arab-Israel tahun 1948 menjadi salah satu contoh terbaik bagi gerakan dan organisasi arab yang memperjuangkan keutuhan umat islam. Para pengikut gerakan ini bersatu dari berbagai negara seperti Mesir, Yordania dan Iraq untuk mengadakan mobilisasi masa bersar-besaran dan mengumpulkan bantuan harta benda juga senjata untuk para tentara di Palestina.
Kronologi Perang 1948
Marhalah pertama perang Arab-Israel bermula pasca dikeluarkannya resolusi PBB no. 181tanggal 29 November 1947 hingga akhir masa kolonialisme Inggris dan masuknya tentara arab ke Palestina. Pada saat itu, persediaan senjata Palestina sangat kurang dan perekonomian mereka lemah. Sedangkan di sisi lain, yahudi justru mengimpornya senjata-senjata baru dan canggih dalam jumlah besar.
Konflik internal terjadi dan mengakibatkan kemunduran bagi Palestina khususnya pada bulan April 1948 pasca tewasnya Abdul Qadir Al-Husaini dalam pertempuran Al-Qasthal, dan peristiwa dibunuhnya Dir Yasin oleh tentara yahudi yang menyebabkan jatuhnya korban sebanyak 253 warga Palestina. Dengan itu, kota-kota penting di Palestina jatuh ke tangan yahudi diantaranya Tiberias takluk pada 19 April, Hiva pada 22 April, Bisan dan Shafd pada 12 Mei dan Yafa pada 14 Mei.
Pada awal-awal perang, pasukan arab menunjukkan keberhasilan yang lumayan. Tentara Mesir dapat menguasai garis wilayah Al-majdal – Al-Fallujah – Bait Jabrin – Al-Khalil dan garis Usdud – Al-Qasthina, juga berhasil mengisolasi tentara yahudi di An-Naqab. Sedangkan bala tentara Yordania memfokuskan penjagaan di daerah tengah Palestina yang mencakup Al-Quds, Ramallah dan daerah yang berjarak sekitar 10 km dari Tel Aviv. Hal yang sama juga dilakukan oleh tentara Iraq dan Suriah. Secara umum Palestina masih menguasai 80-82% luas wilayah hingga masuknya bala tentara negara-negara arab.Posisi tentara yahudi terancam di beberapa titik, namun di lain tempat mereka justru menguasainy seperti di sebagian utara Palestina pasca ditaklukannya kota Aka pada 17 Mei 1948.
Pada masa gencatan senjata pertama (11 Juni – 8 Juli 1948), berdasarkan keputusan Majlis Keamanan Internasional, yahudi mendapatkan bantuan berupa 40 pesawat tempur dan senjata berat lainnya. Sedangkan bangsa arab dilarang mengadakan transaksi jual beli senjata. Ketika perang kembali dimulai, dengan begitu mudah yahudi dapat memperluas jajahannya. Hanya dalam waktu tiga hari yahudi dapat menaklukkan kota Al-Lad dan Ramallah juga memperluas kekuasaan hingga tengah Palestina bagian timur.
Yahudi memanfaatkan masa gencatan senjata kedua untuk memperluas jajahannya. Mereka memfokuskan serangan besar-besaran pada 15 Oktober ke daerah selatan Palestina, hingga akhirnya terbukalah jalan bagi mereka untuk menggapai wilayah yahudi yang terisolasi disana.
Keadaan seperti ini terus berlanjut dan tentara arab pun satu persatu dapat dupukul mundur oleh yahudi, hingga takluknya wilayah utara Palestina pada 29-31 Oktober 1948. Dengan ini, yahudi berhasil menguasai 77% tanah Palestina dan mendirikan negara Israel di sana.
Tentara yahudi mengalami kesulitan yang luar biasa pada awal peperangan selama enam bulan akan tetapi setelah itu mereka dengan mudahnya merebut tanah-tanah palestina. Rakyat Palestina di tiap daerah telah berjuang sekuat tenaga untuk mempertahankan tanah air mereka, hingga tidak luput satu desa pun dari pengalaman perang dan kesediahan karena kekalahan yang diakibatkan kurangnya persediaan senjata dan strategi perang yang kurang canggih.
Pasca perang ini, bangsa yahudi mengusir sekitar 800.000 penduduk Palestina - dari jumlah keseluruhan satu juta jiwa - dari tanah mereka. Sekitar 290.000 warga Palestina mengungsi dan dilarang untuk kembali sampai saat ini.
Penutup
Perang Arab-Israel tahun 1948 merupakan wujud ketidakpuasan bangsa arab atas resolusi PBB yang membagi wilayah Palestina secara tidak adil. Bangsa yahudi yang berjumlah hanya 30% dari rakyat Palestina diberi 54% dan 1% dijadikan wilayah internasional sedangkan sisanya deserahkan pada bangsa arab.
Kekalahan bangsa arab dalam peperangan ini disebabkan beberapa faktor diantaranya adalah kondisi militer yang belum cukup kuat dan berpengalaman serta ekonomi yang lemah. Di lain pihak bangsa yahudi mendapat bantuan dan dukungan internasional dari negara-negara yang merasa diuntungkan dengan berdirinya negara Israel. Selain itu, pihak yahudi berhasil menyusupkan beberapa utusannya untuk membuat konflik internal di tubuh bangsa arab dan mengacaukan konsentrasi mereka.
Tidak hanya pasukan-pasukan resmi dari tiap negara arab yang ikut andil dalam peperangan ini, gerakan dan organisasi masyarakat arab pun ikut serta membantu mempertahankan tanah Palestina tersebut seperti gerakan Al-Ikhwan Al-Muslimun.
Secara umum, rakyat Palestina dan bangsa arab telah berusaha sekuat tenaga melawan bangsa yahudi, namun Allah Swt. Memiliki rencana lain untuk hamba-Nya. Peperangan antara Palestina atau umat islam secara keseluruhan dengan yahudi tidak akan pernah berhenti. Maka, sudah selayaknya lah kita selaku sesama muslim turut andil dalam perjuangan tersebut dengan berbagai kemampuan yang kita miliki, agar segala bentuk kezaliman dapat diberantas dari muka bumi ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar