Sejarah Kopassus (pasukan elite Indonesia)
Siapa yang tidak kenal nama kopassus ? Komando pasukan khusus, Bahkan pasukan elite ini pernah mengalahkan SAS pasukan terkenal elit dari inggris. Selamat menyimak sejarah kopassus berikut.
Komando Pasukan Khusus yang disingkat menjadi Kopassus adalah bagian
dari Bala Pertahanan Pusat yang dimiliki oleh TNI Angkatan Darat yang
memiliki kemampuan khusus seperti bergerak cepat di setiap medan,
menembak dengan tepat, pengintaian, dan anti teror.
Dalam perjalanan
sejarahnya, Kopassus berhasil mengukuhkan keberadaannya sebagai pasukan
khusus yang mampu menangani tugas-tugas yang berat. Beberapa operasi
yang dilakukan oleh Kopassus diantaranya adalah operasi penumpasan
DI/TII, operasi militer PRRI/Permesta, Operasi Trikora, Operasi Dwikora,
penumpasan G30S/PKI, Pepera di Irian Barat, Operasi Seroja di Timor
Timur, operasi pembebasan sandera di Bandara Don Muang-Thailand (Woyla),
Operasi GPK di Aceh, operasi pembebasan sandera di Mapenduma, serta
berbagai operasi militer lainnya.
Prajurit Kopassus dapat mudah
dikenali dengan baret merah yang disandangnya, sehingga pasukan ini
sering disebut sebagai pasukan baret merah. Kopassus memiliki moto
Berani, Benar, Berhasil.
Sejarah Kopassus
Kesko TT III/Siliwangi
Pada
tanggal 15 April 1952, Kolonel A.E. Kawilarang mendirikan Kesatuan
Komando Tentara Territorium III/Siliwangi (Kesko TT). Ide pembentukan
kesatuan komando ini berasal dari pengalamannya menumpas gerakan
Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku. Saat itu A.E. Kawilarang
bersama Letkol Slamet Riyadi
(Brigjen Anumerta) merasa kesulitan
menghadapi pasukan komando RMS. A.E. Kawilarang bercita-cita untuk
mendirikan pasukan komando yang dapat bergerak tangkas dan cepat.
Komandan
pertama saat itu adalah Idjon Djanbi. Idjon Djanbi adalah mantan kapten
KNIL Belanda kelahiran Kanada, yang memiliki nama asli Kapten Rokus
Bernardus Visser. Pada tanggal 9 Februari 1953, Kesko TT dialihkan dari
Siliwangi dan langsung berada di bawah Kepala Staf TNI Angkatan Darat
(KSAD).
KKAD
Pada tanggal 18 Maret 1953 Mabes ABRI mengambil
alih dari komando Siliwangi dan kemudian mengubah namanya menjadi Korps
Komando Angkatan Darat (KKAD).
RPKAD
Tanggal 25 Juli 1955
organisasi KKAD ditingkatkan menjadi Resimen Pasukan Komando Angkatan
Darat (RPKAD), yang tetap dipimpin oleh Mochamad Idjon Djanbi.
Tahun
1959 unsur-unsur tempur dipindahkan ke Cijantung, di timur Jakarta. Dan
pada tahun 1959 itu pula Kepanjangan RPKAD diubah menjadi Resimen Para
Komando Angkatan Darat (RPKAD). Saat itu organisasi militer itu telah
dipimpin oleh Mayor Kaharuddin Nasution.
Pada saat operasi penumpasan
DI/TII, komandan pertama, Mayor Idjon Djanbi terluka, dan akhirnya
digantikan oleh Mayor RE Djailani.
Puspassus AD
Pada tanggal
12 Desember 1966, RPKAD berubah pula menjadi Pusat Pasukan Khusus AD
(Puspassus AD). Nama Puspassus AD ini hanya bertahan selama lima tahun.
Sebenarnya hingga tahun 1963, RPKAD terdiri dari dua batalyon, yaitu
batalyon 1 dan batalyon 2, kesemuanya bermarkas di Jakarta. Ketika,
batalyon 1 dikerahkan ke Lumbis dan Long Bawan, saat konfrontasi dengan
Malaysia, sedangkan batalyon 2 juga mengalami penderitaan juga di
Kuching, Malaysia, maka komandan RPKAD saat itu, Letnan Kolonel Sarwo
Edhie -karena kedekatannya dengan Panglima Angkatan Darat, Letnan
Jenderal Ahmad Yani, mengusulkan 2 batalyon 'Banteng Raider' bentukan
Ahmad Yani ketika memberantas DI/TII di Jawa Tengah di upgrade di
Batujajar, Bandung menjadi Batalyon di RPKAD, masing-masing Batalyon
441"Banteng Raider III", Semarang ditahbiskan sebagai Batalyon 3 RPKAD
di akhir tahung 1963. Menyusul kemudian Batalyon Lintas Udara 436
"Banteng Raider I", Magelang menjadi Batalyon 2 menggantikan batalyon 2
lama yang kekurangan tenaga di pertengahan 1965. Sedangkan Batalyon 454
"Banteng Raider II" tetap menjadi batalyon di bawah naungan Kodam
Diponegoro. Batalyon ini kelak berpetualang di Jakarta dan terlibat
tembak menembak dengan Batalyon 1 RPKAD di Hek.
Kopassandha
Tanggal 17 Februari 1971, resimen tersebut kemudian diberi nama Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha).
Dalam
operasi di Timor Timur pasukan ini memainkan peran sejak awal. Mereka
melakukan operasi khusus guna mendorong integrasi Timtim dengan
Indonesia. Pada tanggal 7 Desember 1975, pasukan ini merupakan angkatan
utama yang pertama ke Dili. Pasukan ini ditugaskan untuk mengamankan
lapangan udara. Sementara Angkatan Laut dan Angkatan Udara mengamankan
kota. Semenjak saat itu peran pasukan ini terus berlanjut dan membentuk
sebagian dari kekuatan udara yang bergerak (mobile) untuk memburu tokoh
Fretilin, Nicolaus Lobato pada Desember 1978. Pada tahun 1992 menangkap
penerus Lobato, Xanana Gusmao, yang bersembunyi di Dili bersama
pendukungnya.
Kopassus
Dengan adanya reorganisasi di tubuh
ABRI, sejak tanggal 26 Desember 1986, nama Kopassandha berubah menjadi
Komando Pasukan Khusus yang lebih terkenal dengan nama Kopassus hingga
kini.
ABRI selanjutnya melakukan penataan kembali terhadap grup di
kesatuan Kopassus. Sehingga wadah kesatuan dan pendidikan digabungkan
menjadi Grup 1, Grup 2, Grup 3/Pusdik Pasuss, serta Detasemen 81.
Sejak tanggal 25 Juni 1996 Kopasuss melakukan reorganisasi dan pengembangan grup dari tiga Grup menjadi lima Grup.
• Grup 1/Parakomando — berlokasi di Serang, Banten
• Grup 2/Parakomando — berlokasi di Kartasura, Jawa Tengah
• Grup 3/Pusat Pendidikan Pasukan Khusus — berlokasi di Batujajar, Jawa Barat
• Grup 4/Sandhi Yudha — berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur
• Grup 5/Anti Teror — berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur
Detasemen
81, unit anti teroris Kopassus, ditiadakan dan diintegrasikan ke
grup-grup tadi. Sebutan bagi pemimpin Kopassus juga ditingkatkan dari
Komandan Kopassus yang berpangkat Brigjen menjadi Komandan Jendral
(Danjen) Kopassus yang berpangkat Mayjen bersamaan dengan reorganisasi
ini.
Struktur Satuan Kopassus
Perbedaan struktur dengan satuan infanteri lain
Struktur
organisasi Kopassus berbeda dengan satuan infanteri pada umumnya. Meski
dari segi korps, para anggota Kopassus pada umumnya berasal dari Korps
Infanteri, namun sesuai dengan sifatnya yang khusus, maka Kopassus
menciptakan strukturnya sendiri, yang berbeda dengan satuan infanteri
lainnya.
Kopassus sengaja untuk tidak terikat pada ukuran umum satuan
infanteri, hal ini tampak pada satuan mereka yang disebut Grup.
Penggunaan istilah Grup bertujuan agar satuan yang dimiliki mereka
terhindar dari standar ukuran satuan infanteri pada umumnya (misalnya
Brigade). Dengan satuan ini, Kopassus dapat fleksibel dalam menentukan
jumlah personel, bisa lebih banyak dari ukuran brigade (sekitar 5000
personel), atau lebih sedikit.
Lima Grup Kopassus
Secara garis besar satuan dalam Kopassus dibagi dalam lima Grup, yaitu:
• Grup 1/Para Komando — berlokasi di Serang, Banten
• Grup 2/Para Komando — berlokasi di Kartasura, Jawa Tengah
• Pusat Pendidikan Pasukan Khusus — berlokasi di Batujajar, Jawa Barat
• Grup 3/Sandhi Yudha — berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur
• Satuan 81/Penanggulangan Teror — berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur
Kecuali
Pusdikpassus, yang berfungsi sebagai pusat pendidikan, Grup-Grup lain
memiliki fungsi operasional (tempur). Dengan demikian struktur
Pusdikpassus berbeda dengan Grup-Grup lainnya. Masing-masing Grup
(kecuali Pusdikpassus), dibagi lagi dalam batalyon, misalnya: Yon 11 dan
12 (dari Grup 1), serta Grup 21 dan 22 (dari Grup 2).
Jumlah personel
Karena
Kopassus merupakan pasukan khusus, maka dalam melaksanakan operasi
tempur, jumlah personel yang terlibat relatif sedikit, tidak sebanyak
jumlah personel infanteri biasa, dengan kata lain tidak menggunakan
ukuran konvensional mulai dari peleton hingga batalyon. Kopassus jarang
sekali (mungkin tidak pernah) melakukan operasi dengan melibatkan
kekuatan satu batalyon sekaligus.
Istilah di kesatuan
Karena
berbeda dengan satuan pada umumnya, satuan di bawah batalyon bukan
disebut kompi, tetapi detasemen, unit atau tim. Kopassus jarang
melibatkan personel yang banyak dalam suatu operasi. Supaya tidak
terikat dengan ukuran baku pada kompi atau peleton, maka Kopassus perlu
memiliki sebutan tersendiri bagi satuannya, agar lebih fleksibel.
Pangkat komandan
• Komandan Grup berpangkat Kolonel,
• Komandan Batalyon berpangkat Letnan Kolonel,
•
Komandan Detasemen, Tim, Unit, atau Satuan Tugas Khusus, adalah perwira
yang pangkatnya disesuaikan dengan beban tugasnya (mulai Letnan sampai
Mayor).
Grup 1/Para Komando
Grup 1/Para Komando adalah
satuan setingkat Brigade, yang merupakan bagian dari Komando Pasukan
Khusus TNI Angkatan Darat dan didirikan pada tanggal 23 Maret 1963. Grup
ini bermarkas di Serang, Banten, dengan Komandan Grup pertama kali
adalah Mayor L.B. Moerdani. Dhuaja yang digunakan adalah Eka Wastu
Baladhika, yang diciptakan oleh Kopral Satu Suyanto. Komandan saat ini
adalah Kolonel Inf. Teddy Lhaksmana, dengan jumlah personil sebanyak
1.274 orang.
Sejarah
Garis waktu
• 23 Maret 1963, Batalyon 1 Para Komando diresmikan
• 1964, Mayor Inf. L.B. Moerdani digantikan oleh Mayor Inf. C.I. Santosa
• 1967, penyebutan batalyon diganti menjadi grup yang setingkat brigade.
• 1967, Dhuaja Grup 1 Eka Wastu Baladika diciptakan oleh Koptu Suyanto
• 1969, Kopassandha mulai melakukan latihan gabungan dengan angkatan lain
• 1974, Suksesi dari angkatan 45 ke generasi akademi, ada isu Kopassandha bakal dihapus
• 1978-1983, Komandan Grup terlama dipegang oleh Letkol Inf. Wismoyo Arismunandar
• 1981, Grup 1 dipindahkan dari Cijantung ke Serang
• 1983, Denpur 11 menyusul ke Serang
• 1986, Regrouping dari 1.736 orang menjadi 981 orang. Regrouping melahirkan dua batalyon.
• 1 Juli 1996, Batalyon ketiga terbentuk
• 14 Februari 2004, Kolonel Inf. Teddy Lhaksmana menjadi komandan Grup ke-17 atau ke-19 jika dihitung dari era batalyon.
Awal berdiri
Sejarahnya
diawali pembentukan Batalyon 1 RPKAD pada tanggal 23 Maret 1963 dengan
komandan Mayor L.B. Moerdani. Pada tahun 1967 istilah batalyon diganti
dengan grup yang berkekuatan setingkat brigade dan mulai mengunakan
dhuaja .
Pada tahun 1996 diregrouping dari 3 detasemen menjadi 2
batalyon dan pada tahun itu juga dibentuk Batalyon 13 untuk melengkapi
agar grup terdiri dari 3 batalyon.
Anggota pasukan yang gugur
Jumlah anggota Grup 1 yang gugur sebanyak 120 orang dari sembilan medan tugas, dengan rincian sebagai berikut:
1. Operasi Timor Timur : 66 orang
2. Operasi Dwikora di Kalimantan : 21 orang
3. Operasi Tumpas di Sulawesi Selatan : 4 orang
4. G30S/PKI : 5 orang
5. Operasi PGRS/Paraku : 2 orang
6. Operasi Wibawa di Irian : 5 orang
7. Operasi Aceh (1991-2004) : 15 orang
8. Operasi Tergabung Garuda 12 di Kamboja : 1 orang
9. Operasi Maluku dan Maluku Utara : 1 orang
Organisasi pasukan
Kekuatan Grup 1/Para Komando terdiri dari 1.274 personel dalam tiga batalyon tempur yaitu:
1. Batalyon 11/Astu Seno Baladhika
2. Batalyon 12/Asabha Seno Baladhika
3. Batalyon 13/Thikkaviro Seno Baladhika
Setiap
batalyon terdiri dari 3 kompi. Setiap kompi dipecah lagi menjadi 3
peleton, yang masing-masing peleton beranggotan 39 orang. Dan setiap
peleton terdiri dari 3 unit kecil yang disebut regu berkekuatan 10
orang.
Regu
Setiap regu hanya berkekuatan 10 orang, yang
dipimpin oleh seorang bintara, dimana masing-masing orang memiliki
keahlian masing-masing. Komposisi regu terdiri dari :
1. Komandan Regu (Danru),
2. Wakil Komandan Regu (Wadanru),
3. Penembak senapan 1
4. Penembak senapan 2,
5. Bintara Zeni Demolisi,
6. Tamtama Perhubungan,
7. Tamtama Kesehatan,
8. Penembak Senapan Mesin Ringan Ultimax 100,
9. Penembak senapan 3/Pembantu penembak Senapan Mesin Ringan, dan
10. Penembak senapan 4.
Komandan Grup 1
Diantara mereka yang pernah menjabat Komandan Grup 1/Para Komando adalah:
1. Mayor Inf. L.B. Moerdani, 1963-1964
2. Mayor Inf. C.I. Santosa, 1964-1967
3. Letkol Inf. S. Soekoso
4. Kolonel Inf. H.H. Djajadiningrat
5. Letkol Inf. Samsudin (Atekad 1960)
6. Letkol Inf. Soegito, 1975-1978
7. Letkol Inf. Wismoyo Arismunandar, 1978-1983
8. Kolonel Inf. Teddy Lhaksmana, 2004-sekarang
Persenjataan
Saat ini Grup 1/Para Komando memiliki persenjataan yang ringan dibawa tetapi efektif, jenis yang digunakan adalah:
1. Senapan Serbu 1 buatan Pindad
2. Pelontar Granat SPG-1 kaliber 40 mm
3. Pistol SiG Sauer P226 untuk komandan kompi ke atas, dan Pistol P1 buatan Pindad untuk di bawahnya.
4. Night Vission Goggles (NVG)
5. Shotgun MOD M3 Super 90
6. Sniper Accuracy International 7,62 mm
7. Sniper Galil 7,62 mm
8. Senapan Mesin Ultimax 100.[1]
Grup 2/Para Komando
Grup
2 Kopassus/Para Komando adalah satuan setingkat Brigade, yang merupakan
bagian dari Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat dan didirikan
pada tahun 1962. Grup ini bermarkas di Kartasura, Sukoharjo, dengan
Komandan Grup pertama kali adalah Mayor Inf Sugiarto .
Dhuaja yang
digunakan adalah Dwi Dharma Bhirawa Yudha, dengan lambang Naga Terbang
yang bermakna Satuan kedua dari Komando Pasukan Khusus yang selalu siap
sedia berjuang membela negara dan bangsa dengan gagah berani dan selalu
jaya dalam setiap pertempuran.
Komandan saat ini adalah Kolonel Inf.
Asep Subarkah Yusuf lulusan Akademi Militer tahun 1984, dengan jumlah
personil sebanyak 1.459 orang. Kasi Ops Kapten Inf Suwondo.
Grup 2 terdiri dari :
• Batalyon 21 dan Batalyon 22 yang bermarkas di Kartasura, Jawa Tengah,
• Batalyon 23 bermarkas di Parung, Bogor.
Pusat Pendidikan Pasukan Khusus
Pusat
Pendidikan Pasukan Khusus atau disingkat Pusdikpassus adalah sekolah
awal untuk melatih pasukan para komando, khususnya yang akan bergabung
ke Kopassus. Pusdik ini bermarkas di Batujajar, Jawa Barat.
Sebagai
lembaga pendidikan, Pusdikpassus dibagi berdasarkan fungsi pelatihannya.
Secara garis besar, ada tiga kejuruan utama, yaitu:
1. Para,
2. Komando dan
3. Sandi Yudha.
Lembaga
pendidikan ini menyediakan kursus-kursus spesialis lain, yang juga
terbuka bagi anggota Angkatan Darat di luar Kopassus seperti: Kompi
Pemburu, Scuba, Daki Serbu, Demolisi, Pandu Udara (Path Finder), dan
Penembak Runduk (Sniper).
Grup 3/Sandhi Yudha
Grup
3/Sandhi Yudha adalah satuan Kopassus yang bertugas sebagai intelijen di
medan pertempuran yang dibentuk pada tanggal 24 Juli 1967. Grup
3/Sandhi Yudha ini bermarkas di Markas Komando Cijantung, Jakarta Timur.
Calon Personil di Grup ini diseleksi sangat ketat di internal mulai
dari calon prajurit yang masih pendidikan hingga personil yang sudah
bertugas aktif di kesatuan tetapi punya bakat intelijen yang kemudian
akan dilatih lagi.
Pelatihan yang dilakukan
Dasar latihannya
sama dengan Prajurit Kopassus lainnya yaitu Kursus Para (2,5 bulan),
Sekolah Komando (6 bulan) ditambah kursus lainnya seperti PH (Perang
Hutan), PJD (Perang Jarak Dekat), Spursus (Sekolah tempur khusus),
Dakibu (Pendaki Serbu) tetapi setelah itu para calon intel tempur ini
dididik lebih khusus lagi yaitu pendidikan Sandhi Yudha di Pusdik
Passus, Batujajar, Bandung yang materi pendidikannya adalah intelijen
dan pengetahuan pendukung untuk intelijensia di medan operasi seperti
penyamaran, navigasi, bela diri khusus, penggunaan alat-alat khusus
intelijen dan lain-lain. Bahkan beberapa personil terpilih dari Grup ini
dikirim lagi untuk sekolah ke Pusat Pendidikan Intelijen Militer di
luar negeri seperti Amerika Serikat, Jerman, Inggris bahkan Israel.
Diantara seluruh jenis prajurit di Kopassus yang paling spesifik
pendidikannya adalah prajurit di Grup 3/Sandhi Yudha.
Operasi lapangan
Biasanya
dalam prosedur tetap operasi di lapangan sebelum Grup Parakomando atau
Grup Anti teror digelar ke medan operasi, personil dari Grup Sandhi
Yudha ditugaskan terlebih dahulu sebagai intel tempur untuk mengumpulkan
informasi intelijen dari lapangan. Selain digunakan secara internal
oleh Kopassus. Prajurit-prajurit sandhi yudha ini juga sering di BKO-kan
ke Kodam-kodam atau satuan-satuan lain. Pada masa DOM di Aceh, prajurit
dari grup ini banyak yang di BKO-kan di bawah Komando Penguasa Darurat
Sipil dan Militer di sana, dimana mereka dibuat dalam satuan SGI (Satuan
Grup Intelijen). Dalam situasi tertentu mereka ada juga yang ditugaskan
sebagai freelance tanpa satuan resmi,dalam hal ini mereka akan
dilengkapi dengan identitas sipil seperti KTP dan kadang-kadang punya
kartu kuning pencari kerja dari Dinas Tenaga Kerja. Para freelance
inilah yang punya potensi besar menjadi disertir.
Termasuk juga dalam
menghadapi OPM di Papua (seperti kasus terbunuhnya Theys Hiyo Eluay),
kasus penculikan aktifis di awal reformasi juga dilakoni oleh prajurit
sandhi yudha yang tergabung dalam Tim Mawar. Bahkan di BIN (Badan
Intelijen Negara), banyak personil operasinya alumnus dari Sandhi Yudha
dan dalam tugas-tugas intelijennya masih sering memakai personil aktif
dari Grup 3/Sandhi Yudha. Tetapi ada beberapa dari mereka yang bernasib
sangat ironis yaitu hilang tanpa jejak di medan tugasnya atau bahkan
sengaja menghilangkan diri dan dan diisukan bergabung dengan
organisasi-organisasi paramiliter di pelosok-pelosok negeri ini. Masalah
kurangnya kesejahteraan menjadi alasan utama para disertir ini untuk
meninggalkan tugasnya,sementara
organisasi-organisasi para-militer yang bermisi separatisme maupun yang
berorientasi bisnis menawarkan keuntungan dari segi ekonomi buat
mereka. Mereka juga sering menjadi pelaku black market di medan operasi
untuk membantu kelompok yang seharusnya menjadi target operasinya.
Informasi yang diperoleh
Tetapi
terlepas dari semua kasus dan isu-isu miring yang menerpa Kopassus
sebagai rumahnya para Prajurit Sandhi Yudha, mereka memiliki kontribusi
yang sangat signifikan khususnya dalam hal intelijen di Negeri ini.
Banyak informasi dari para alumnus Sandhi Yudha maupun yang masih aktif
di Grup 3 terhadap negara yang menyangkut gangguan separatisme, teroris
di dalam negeri maupun peran serta bangsa lain dalam mengganggu keutuhan
NKRI. Mereka bermain di belakang layar tanpa kelihatan dengan
menghadapi resiko tugas yang sangat berat dan jauh dari keluarganya
bahkan tidak sedikit dari pada prajurit Sandhi Yudha ini yang tidak
dikenal anak kandungnya sendiri begitu pulang bertugas karena lamanya di
dalam medan operasi.
Satuan yang ada di bawah Grup 3
1. Batalyon 31/Eka Sandhi Yudha Utama
2. Batalyon 32/Apta Sandhi Prayudha Utama
3. Batalyon 33/Wira Sandhi Yudha Sakti
Satuan 81/Penanggulangan Teror
Sat-81 Gultor
Kekuatan - (tidak diketahui)
Persenjataan
Minimi 5,56mm, MP5 9mm, Uzi 9mm, Beretta 9mm, SIG-Sauer 9mm, dan
beberapa jenis lagi seperti sniper, tidak terdeteksi.
Spesialis Antibajak pesawat, perang kota, intelijen & kontra-intelijen
Dibentuk 30 Juni 1982
Satuan
81/Penanggulangan Teror atau disingkat Sat-81/Gultor adalah satuan di
Kopassus yang setingkat dengan Grup, bermarkas di Cijantung, Jakarta
Timur.
Sejarah berdirinya
Mengantisipasi maraknya tindakan
pembajakan pesawat terbang era tahun 1970/80-an, Kepala Badan Intelijen
Strategis (BAIS) ABRI menetapkan lahirnya sebuah kesatuan baru setingkat
detasemen di lingkungan Kopassandha. Pada 30 Juni 1982, muncullah
Detasemen 81 (Den-81) Kopassandha dengan komandan pertama Mayor Inf.
Luhut B. Panjaitan dengan wakil Kapten Inf. Prabowo Subianto. Kedua
perwira tersebut dikirim untuk mengambil spesialisasi penanggulangan
teror ke GSG-9 (Grenzschutzgruppe-9) Jerman dan sekembalinya ke Tanah
Air dipercaya untuk menyeleksi dan melatih para prajurit Kopassandha
yang ditunjuk ke Den-81.
Organisasi pasukan
Keinginan
mendirikan Den-81 sebenarnya tidak terlepas dari peristiwa pembajakan
pesawat Garuda DC-9 Woyla di Bandara Don Muang, Bangkok, 31 Maret 1981.
Nah, pasukan yang berhasil membebaskan Woyla inilah yang menjadi cikal
bakal anggota Den-81, dan belakangan diganti lagi jadi Satuan 81
Penanggulangan Teror (Sat-81 Gultor). Dari periode 1995¬ - 2001, Den-81
sempat dimekarkan jadi Group 5 Antiteror.
Satuan yang ada di bawah kendali Sat-81 adalah Batalyon 811 dan Batalyon 812.
Sistem rekrutmen
Secara
organisatoris, Gultor langsung di bawah komando dan pengendalian
Komandan Jendral Kopassus. Gultor saat ini dipimpin perwira menengah
berpangkat kolonel. Proses rekrutmen prajurit Gultor dimulai sejak
seorang prajurit selesai mengikuti pendidikan para dan komando di
Batujajar. Dari sini, mereka akan ditempatkan di satuan tempur Grup 1
dan Grup 2, baik untuk orientasi atau mendapatkan pengalaman operasi.
Operasi Sat-81/Gultor
Sekembalinya
ke markas, prajurit tadi akan ditingkatkan kemampuannya untuk melihat
kemungkinan promosi penugasan ke Satuan Sandi Yudha atau Satuan
Antiteror. Untuk antiteror, pendidikan dilakukan di Satuan Latihan
Sekolah Pertempuran Khusus Batujajar. Operasi terakhir terbilang sukses
Den-81 yaitu saat pembebasan 26 sandera yang ditawan GPK Kelly Kwalik di
Irian Jaya pada 15 Mei 1996. Namun Operasi Woyla masih menjadi
satu-satunya operasi antiteror dalam skala besar yang dijalankan TNI
hingga saat ini. Tidak jelas berapa jumlah prajurit Sat-81 Gultor saat
ini.
Sumber : www.bluefame.com
http://hanyasatukataku.blogspot.com/2008/12/sejarah-kopassus.html